Tragedi Kelam Eksekusi Santri, Ada Kaitan Nama dengan Jepara

Kakian-kisah-Japara
SEJARAH JAPARA: Inilah Balai Desa Lecamatan Japara yang cukup megah dan di halaman depannya terdapat kolam air mancur.
0 Komentar

Tidak mengetahui istrinya sedang hamil saat berangkat piket, membuat kuwu menuduh santri tersebut telah berbuat yang tidak senonoh terhadap istrinya. Tuduhan kuwu yang merupakan sebuah aib, tidak bisa diterima oleh santri karena memang santri tidak merasa berbuat seperti yang dituduhkan kuwu. Karena merasa difitnah oleh kuwu, untuk membuktikan kebenaran, santri tersebut rela dieksekusi dengan cara dipotong lehernya di hadapan warga. “Jika darah saya keluar merah berarti saya salah, tetapi kalau darah yang keluar putih, berarti saya tidak berbuat yang dituduhkan kuwu,” ujar M Thamrin menirukan ucapan santri.
Untuk membuktikan kebenaran, terjadilah eksekusi terhadap santri tersebut disaksikan kuwu dan warga Peundeuy Raweuy. Dalam proses eksekusi, ternyata darah yang keluar awalnya merah, tetapi sang santri meminta kepada algojo yang melaksanakan tugas untuk meneruskan proses tersebut. “Dengan kekuasaan Allah, darah yang keluar ternyata putih,” kata Thamrin.
Darah putih yang keluar, menjadi bukti bahwa semua tuduhan kuwu terhadap santri tersebut adalah tidak benar. Tetapi kebenaran tersebut tidak bisa menyelamatkan nyawa santri. “Karena merasa malu, kuwu bersama keluarganya akhirnya kabur ke Kapetakan, Cirebon,” tambah Thamrin.
Kaburnya kuwu ke arah Cirebon ternyata disertai dengan sebuah ancaman kuwu kepada semua warga Peudeuy Raweuy untuk tidak menguburkan jenazah santri tersebut. Jika ada yang melanggar maka nasibnya akan sama dengan santri tersebut. Warga Peundeuy Raweuy yang mendapat ancaman dari kuwunya tersebut tidak ada yang berani untuk menguburkan santri tersebut.
Melalui musyawarah dengan para tokoh desa, ditawarkanlah penguburan santri tersebut ke Desa Singkup yang merupakan tetangga Desa Peundeuy Raweuy dengan imbalan tanah seluas 25 hektare. Tawaran tersebut disanggupi, maka dikuburkanlah santri tersebut di wilayah Desa Singkup hingga sekarang makamnya terkenal dengan nama Makam Buyut Santri.
“Nama aslinya tidak ada yang tahu, tetapi masyarakat tahunya beliau adalah tokoh agama, maka disebutlah Buyut Santri,” kata Thamrin.
Makam Buyut Santri hingga sekarang menjadi tempat untuk berziarah. Dan wewenang sepenuhnya berada di bawah Desa Singkup. Sebagai bentuk penghormatan dan perasaan ikut bersalah yang menyelimuti warga, maka sejak saat itu pula nama Peudeuy Raweuy, diubah menjadi Desa Japara.

0 Komentar