Sementara itu, Pejabat KJRI Jeddah, Muhammad Yusuf mengatakan, bahwa pekerja migran yang berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah tersebut kondisinya tidak sadarkan diri di rumah sakit.
“Berdasarkan keterangan Anggi, kondisi Sulasih penuh luka, kepala sepertinya dibenturkan dengan benda keras, telingan bengkak dan kedua tangannya ada bekas strika,” kata juru bicara SBMI Jeddah, Roland Kamal.
SBMI sudah menyampaikan permintaan anak Sulasih agar KJRI Jeddah memberikan perlindungan agar ibunya mendapat perawatan serta bisa dipulangkan setelah hak-haknya terpenuhi sebagai korban.
Roland memastikan, Sulasih yang masuk ke Saudi pada November 2019 bukan sebagai tenaga kerja akan tetapi dengan visa ziarah. Jika memang Sulasih masuk dengan visa ziarah, maka ini adalah pelanggaran, dan pelakunya harus bertanggung jawab.
“Kerja baru dua bulan sudah dapat perlakuan tidak enak dari majikan wanita. Di waktu itu ibu Sulasih masih pegang telepon seluler, selang satu bulan sudah hilang kontak dengan keluarga, dan baru menghubungi keluarga lebaran hari pertama. Itu pun didampingi majikan perempuannya dan waktu dibatasi, sampai ada kabar ini,” kata Roland mengutip informasi dari Anggi, anak Sulasih.
Sejak 2011, pemerintah Indonesia telah menghentikan pengiriman tenaga kerja migran, namun masih ada pekerja migran yang masuk dengan sejumlah cara.
Maraknya penyelundupan pekerja migran Indonesia (PMI) yang ilegal ke Saudi tidak lepas dari proses visa ziarah yang mudah dan keuntungan yang menggiurkan.
“Orang Saudi bayar 30 ribu Riyal Saudi atau Rp100 juta ke agen di Indonesia, seperti kasus Ibu Sulasih,” ujarnya.Sesampainya di Saudi, lanjut Roland, PMI ilegal tersebut dijemput oleh agen di sana tanpa melewati proses resmi dan melapor ke perwakilan Indonesia.
“Karena dibeli mahal maka pengguna jasa melakukan eksploitasi. Harus juga dibayar mahal gajinya dari yang resmi 1.300 Riyal menjadi 3.100 Riyal. Problemnya kebanyakan dari mereka tidak bisa kerja karena perekrutan sembarangan oleh agen,” tuturnya.
Dalam undang-undang tentang tindakan pemberantasan perdagangan orang (TPPO) disebutkan pelaku tindak pidana ini bisa dihukum penjara maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp600 juta. Penyelundupan PMI secara ilegal ke luar negeri dapat dikategorikan dalam TPPO.