CIREBON – Seorang tenaga kerja wanita atau pekerja migran Indonesia (PMI) asal RW 06 Suradinaya, Kota Cirebon, Mei Hariyanti (25), disiksa majikan di Malaysia.
Dari informasi keluarga, Mei diketahui sekarang menjalani perawatan di rumah sakit. Selama bekerja Mei dibiarkan tidur di teras rumah oleh majikannya.
Kondisinya juga cukup mengenaskan setelah mengalami penyiksaan. Informasi tindak kekerasan terhadap PMI asal Kota Cirebon disampaikan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani melalui siaran persnya.
Dalam keterangan BP2MI disebutkan bahwa Mei Heryanti merupakan TKI legal yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) dengan nomor passpor au666196.
Mei diberangkatkan secara prosedural melalui proses di UPT BP3MI Jakarta dan mempunyai kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN).
Kasus penyiksaan yang dialami Mei mulai diketahui saat polisi Diraja malaysia (PDRM) melakukan operasi penggerebekan sebuah rumah pada November 2020.
Penggerebekan ini bertujuan untuk menyelamatkan seorang PLRT, yaitu Mei Haryanti yang diduga disiksa oleh majikannya secara keji.
Benny menjelaskan, BP2MI dan KBRI akan terus melakukan pendampingan proses hukum kasus ini. Untuk memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal, sekaligus perlindungan terhadap korban.
Sementara itu, keluarga Mei di Kota Cirebon kaget mendapatkan informasi putrinya jadi korban kekerasan majikan. Bahkan dia mengetahui informasi ini saat ditemui wartawan di kediamannya.
“Baru tahu dari wartawan,” kata Syafii, ayah korban. Mereka meminta bantuan kepada memerintah untuk memfasilitasi kepulangan putrinya.
Menurut Syafii, sosok Mei adalah anak yang pendiam. Dia berharap putrinya yang mendapatkan siksaan dari majikannya agar bisa secepatnya dipulangkan ke Cirebon.
Dia pun meminta keadilan agar para pelaku penyiksaan terhadap anaknya tersebut bisa dihukum seberat-berat.
Mengenai keberangkatan putri keempatnya menjadi TKI, Syafii mengatakan, hal itu merupakan keinginan Mei sendiri.
Sebagai orang tua Syafii tidak keberatan apalagi Mei sudah memiliki suami. Sehingga yang berhak memberikan izin adalah suaminya.
Mei hanya bercerita bahwa keinginannya mengadu nasib di negeri orang sebatas ingin membuat rumah dan membahagiakan kedua anaknya yang berusia 3 dan 5 tahun.