Konsekuensinya, lanjut Asep, harus ada upaya peningkatan kesejahteraan orang-orang miskin, dalam arti upayanya harus lebih besar dibanding dengan kabupaten/kota lain. Hal ini bertujuan agar bisa melewati garis kemiskinan.
“Jadi, sebetulnya konsekuensinya itu adalah power yang harus dibangkitkan oleh seluruh masyarakat Kabupaten Kuningan itu lebih besar dibanding dengan kabupaten/kota lain,” ujarnya.
Adapun yang termasuk indikator kemiskinan, menurutnya cukup banyak. Di antaranya garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, indeks kedalaman, dan indeks keparahan.
“Jadi ada 5 variabel, ada 5 indikator yang merupakan satu kesatuan. Sebab yang lainnya itu turunan, karena rumus saja. Jadi, data pertamanya garis kemiskinan dengan mengestimasi jumlah penduduk miskin. Dari 2 indikator ini diturunkanlah persentase penduduk miskin, indeks keparahan dan indeks kedalaman,” terangnya.
Adapun kriteria seseorang dikatakan miskin (garis kemiskinan), lanjut Asep, apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar, dalam hal ini kebutuhan makanan dan kebutuhan bukan makanan. Untuk kebutuhan makanan, yakni terpenuhinya 2.100 kg kalori.
“Kalau kebutuhan lainnya, ya sesuai dengan yang berlaku di Kuningan. Seperti kebutuhan dasar pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, itu kan kebutuhan di berbagai kabupaten/kota berlainan, tergantung harganya per kabupaten/kota kan bisa lain-lain,” kata Asep.
“Nah makanya untuk di Kuningan, seperti yang sudah disampaikan oleh Ketua Komisi 4, untuk tahun 2020 garis kemiskinannya adalah Rp352.358 per orang per bulan. Kalau dalam satu rumah ada 4, tinggal kalikan saja. Jadi kalau misalnya dalam satu keluarga yang pekerjaannya hanya satu orang, penghasilan Rp2 juta, anggota keluarganya 4 orang, tinggal dibagi saja 4,” imbuhnya. (muh)
Ranking 13, Bertambah Hanya 16.000

