CIREBON- Isu mutasi dan rotasi jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon kian santer. Spekulasi pun bermunculan. Apalagi setelah Bupati Imron MAg mengaku mutasi direcoki pihak luar. Kondisi itu membuat para wakil rakyat geregetan. Ikut angkat bicara.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohammad Luthfi MSi mengaku tidak yakin dengan pernyataan Bupati Imron bahwa ada pihak luar yang merecoki mutasi. “Harusnya kan tidak terjadi. Di sana ada Baperjakat. Bupati kan pasti ada saat pembahasan. Toh dia sendiri yang memutuskan pada akhirnya. Karena itu, kami meminta supaya rencana mutasi rotasi eselon III dan IV sesuai dengan aturan,” ujar politikus PKB itu, kemarin.
Senada disampaikan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Rudiana SE. Dia mengingatkan bahwa bupati adalah pemilik hak prerogatif mutlak untuk mengatur mutasi. Artinya, kata Rudiana, Bupati Imron jangan mau dikendalikan oleh orang luar. “Jika benar, ini aneh. Usulan semua dari Baperjakat, bupati sebagai PPK dan punya hak preogratif, yang punya kewenangan mutlak,” terangnya.
Menurutnya, bupati mestinya tegas dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dalam menjalankan visi misinya hingga akhir masa jabatan. Bukan tunduk pada intervensi pihak luar. Dia kembali mengingatkan bupati agar tegas mengambil sikap. “Kalau tidak tegas, mau dibawa ke mana Pemerintah Kabupaten Cirebon,” tandas Rudiana yang juga Bendahara DPC PDIP Kabupaten Cirebon itu.
Pernyataan lebih keras lagi disampaikan Angguta Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon Junaedi ST. Dia mengatakan pernyataan bupati soal mutasi sangat mencengangkan. Mengejutkan semua pihak. “Bisa-bisanya mutasi dikendalikan pihak luar. Bupati harus tegas, jangan sampai dikendalikan gitu. Ini kesannya bupati tidak punya power. Kalau E1 (bupati, red) tidak bisa tegas, lebih baik mundur saja jadi bupati,” kata Junaedi, kemarin.
Mantan Wakil Ketua DPRD periode 2009-2014 itu meminta bupati cepat mengambil tindakan agar hal seperti ini tak berkepanjangan. Karena sudah menyalahi aturan. Sebab, seorang bupati adalah pejabat pembina kepegawaian. “Jangan hanya berani bicara di media. Langkah nyatanya pun harus jelas. Bikin gereget, mengkel, sedih, campur jadi satu. Kenapa kok bisa punya bupati tidak punya kuasa,” sesal Junaedi.