Sebelumnya, Ketua Indonesia Crisis Center (ICC) Kabupaten Cirebon Aceng Sudarman SH mengaku baru kali ini melihat kepemimpinan Bupati Imron, di mana untuk rotasi dan mutasi menjadi pembicaraan yang amat sangat hangat. “Semuanya jadi ikut bersuara. Padahal, secara normatif rotasi diatur di dalam PP tahun 2017 tentang promosi rotasi. Dan hak prerogatifnya ada di tangan bupati. Bukan di pihak ketiga ataupun orang lain yang tidak mempunyai kapasitas,” tandas Aceng Sudarman.
“Mutasi dan rotasi sebetulnya hal yang biasa. Tapi, gonjang-ganjingnya yang sudah melebar ke semua komponen masyarakat. Saya pun akhirnya menilai, bahwa Bupati Imron lebai atau berlebihan soal draf yang disebut-sebut dibawa pihak ketiga,” ujar Aceng kepada Radar Cirebon.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Cirebon tersebut mengatakan jalannya rotasi dan mutasi serta promosi jabatan itu kewenangan politik ada di tangan bupati. Sementara secara administratif adalah sekda selaku ketua Baperjakat yang di dalamnya juga ada tim dari BKPSDM.
“Kalau prosedurnya sudah dilakukan, terus orang lain mau intervensinya di wilayah apa? Kalau memang fakta dan nyata, ini berarti sangat rendah moral kepemimpinan. Dibandingkan kepemimpinan dulu. Sampai draf mutasi sampai konsumsi publik (pihak luar, red),” terangnya.
Ia menambahkan, harusnya kepala daerah itu mampu membuat daerah yang dipimpinnya kondusif dan tidak gaduh. “Ibarat kata persoalan mutasi ini seperti lempar batu sembunyi tangan. Padahal, persoalan mutasi adalah hak prerogatif kepala daerah,” pungkas Aceng. (dri/sam)