Nampaknya penanganan Covid-19 belum menyentuh akar. Di Kota Cirebon misalnya, RW kerap menggerutu. Menyoal warga yang bandel. Memaksa keluar rumah meski masih dinyatakan positif Covid-19. Bahkan ada yang jalan-jalan ke Bima. Pemerintah pun diminta menyamakan porsi penanganan pasien Covid-19. Baik yang isolasi di hotel, RS, atau rumah.===============“BELUM lama, ada pasien positif yang jalan-jalan ke Bima bersama keluarga. Keluyuran. Susah kalau tidak ada kesadaran dari orang yang terpapar. Suruh pakai masker kalau ke masjid aja ada yang nggak mau,” gerutu Heryawan, ketua RW 11 Budi Asih di Larangan, Harjamukti, Kota Cirebon, kemarin.
Kendala lain, katanya, beberapa warga masih menganggap positif Covid-19 sebagai aib. Sehingga mereka malu untuk lapor ke RW setempat. “Kami inginnya kalau ada yang positif segera lapor ke RW,” tukasnya.
Jika ditangani puskesmas, kata Heryawan, sudah pasti terdata di RW. Namun yang dikhawatirkan adalah mereka yang melakukan swab test mandiri. Karena merasa sebagai aib, ketika positif memilih untuk tak melapor. Isolasi mandiri di rumah. Sementara tak diketahui oleh RW atau warga sekitar jika yang bersangkutan keluyuran. “Kalau yang swab mandiri, beberapa hari baru lapor. Selama itu kan dikiranya baik-baik aja,” jelasnya.
Di RW setempat, imbuh Heryawan, ada 11 orang yang dinyatakan positif. Mereka tinggal di 4 rumah yang berbeda. Usia mereka dari 10 hingga lebih 70 tahun. Tak ada yang isoman di hotel atau RS. Kata Heryawan, tak semua rumah warga itu layak jadi tempat isoman. Dari 4 rumah itu, hanya satu yang bertingkat.
Tiap RW di Kecapi, juga punya pos PPKM masing-masing. Sampai sekarang RW tersebut belum berencana mendirikan/menunjuk tempat isolasi terpusat. “Karena warga tidak mau. Inginnya tinggal sama keluarga di rumah. Saya usulkan ke Bapermas juga nggak mau,” terangnya.
Ekonomi warga setempat, terang Heryawan, tergolong mampu. Pun ketika membutuhkan bantuan, warga siap untuk urunan. Namun yang juga tak bisa dikesampingkan adalah distribusi obat-obatan dari puskesmas. “Kami yang ambil obat dan distribusi ke rumah-rumah pasien. Karena puskesmas di Kelurahan Kecapi tutup, banyak yang terpapar. Kelurahan juga lockdown. Jadi pelayanan tidak maksimal,” ungkapnya.