Pelantikan pembantu Sultan Aloeda II itu berlangsung sekitar pukul 8 pagi. Alexandra mengetahui prosesi pelantikan ketika ia sedang berkeliling untuk memantau kondisi atau aktivitas di lingkungan keraton. Seperti memantau kebersihan, kemanan, dan para pekerja. Dan itu dilakukan Alexandra nyaris tiap hari. Dan pagi kemarin itu dia terkejut.
Sementara Rahardjo Djali terlihat santai-santai saja. Dan menganggap keributan yang terjadi sebagai hal biasa. “Kalau tidak suka mari kita selesaikan semuanya secara intelektual. Karena kita ini orang-orang berpendidikan. Kita ini orang-orang yang bermartabat. Jangan menyelesaikan masalah ini secara premanisme. Kalau ada yang tidak puas dengan masalah suksesi ini, mari kita selesaikan melalui jalur hokum,” tandasnya.
Rahardjo merasa tak harus meminta izin kepada Alexandra atau siapapun untuk melantik perangkat sultan. “Karena kami yang hadir di sini adalah keluarga besar Keraton Kasepuhan. Jadi kami tidak memerlukan izin dari siapapun juga. Dan Keraton Kasepuhan adalah satu entitas yang berbeda dari entitas yang lainnya. Di sini yang berlaku adalah hukum adat,” papar dia.
Setelah keributan itu pihak Rahardjo akan melapor ke jalur hukum. Hal yang sama dilakukan pihak Alexandra atau Luqman Zulkaedin. Dan pelantikan kemarin, kata Rahardjo, menandakan bahwa Sultan Aloeda II beserta perangkatnya yang akan bekerja di Keraton Kasepuhan sudah siap untuk melaksanakan tugas.
Ditanya soal kemungkinan menyelesaikan persoalan dengan cara duduk bersama untuk berdialog, Rahardjo justru malah berharap Luqman Zulkaedin bisa segera meninggalkan Keraton Kasepuhan secara legawa. “Kami masih tetap membuka pintu persaudaraan untuk mereka semua. Itu adalah suatu hal yang baik buat mereka,” ucap Rahardjo.
Dan jauh sebelum hari kemarin, katanya, dialog dengan pihak Arief Natadiningrat (Sultan Sepuh XIV) semasa hidup, itu sudah diusahakan oleh pihak Rahardjo. “Tetapi mereka sendiri tak mau terbuka. Dan mereka cenderung mengabaikan kami sebagai keluarga besar yang ada di sini. Di dalam setiap pengambilan keputusan untuk Keraton Kasepuhan, kami keluarga besar tidak pernah dilibatkan. Mereka hanya bertindak seolah-olah keraton milik pribadi mereka,” kata Rahardjo.