“Jenis varian Covid-19 dibagi menjadi dua kategori utama. Yaitu varian yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC) dan varian yang diamati (variant of interest/VOI),” kata Ketua Tim Pakar Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Jumat (10/9).
Dia menjelaskan varian yang termasuk dalam VOC merupakan varian yang sudah terbukti mengalami perubahan karakteristik. Seperti lebih menular, meningkatkan keparahan gejala, menurunkan efektivitas kekebalan tubuh, menurunkan akurasi alat diagnostik, atau menurunkan efektivitas obat dan terapi.
Saat ini, terdapat empat VOC yang perlu menjadi perhatian. Yakni Alpha, Beta, Gamma dan Delta. Wiku menyatakan varian Alpha bersifat lebih menular dan berpeluang menyebabkan keparahan gejala. Varian Beta dan Gamma bersifat lebih menular serta meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit. Varian Delta, lebih menular. Bahkan orang yang telah tervaksinasi meningkatkan risiko kebutuhan perawatan di rumah sakit.
“Untuk itu respons tepat dalam menghadapi keberadaan VOC ini adalah memperketat kebijakan mobilitas dengan skrining berlapis. Khususnya bagi pelaku perjalanan asal negara di mana varian tersebut juga ditemukan,” papar Wiku.
Dia meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi tertular dengan meningkatkan kedisiplinan protokol kesehatan di manapun dan kapanpun. Sementara varian yang masuk dalam kategori VOI, terdapat lima jenis varian yang masuk dalam kategori tersebut. Yakni Eta, Iota, Kappa, Lambda dan Mu.
“Varian-varian yang masuk dalam kategori VOI diprediksi dapat mempengaruhi karakteristik virus. Ini dilihat dari perubahan genetiknya maupun pengaruhnya terhadap transmisi di komunitas. Termasuk memunculkan klaster kasus di beberapa negara,” terangnya.
Respons yang tepat dalam menghadapi keberadaan VOI ini adalah terus memantau perkembangan informasi dari WHO. “Terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan studi lanjutan yang dilakukan. Yakni berubahnya status VOI menjadi VOC. Sebagaimana yang dialami varian Delta, atau statusnya bisa berubah menjadi tidak aktif di suatu wilayah,” pungkas Wiku Adisasmito. (jrl/fin)