Ternyata, saat sudah berada di kampus, mahasiswi itu justru diminta untuk menemui terduga pelaku di dalam mobil miliknya. Awalnya, kegiatan bimbingan skripsi berjalan seperti biasa. Namun kemudian, terduga pelaku mulai bertindak tak wajar. Ia disebut-sebut meraba paha korban dengan tanganya.
Atas kejadian itu, sang mahasiswi ketakutan. Sampai akhirnya ia menceritakan kejadian yang dialaminya itu kepada teman-temanya. Dalam cuitan lain, akun @iaincerbon juga mencuitkan seruan untuk menuntut supaya pihak kampus segera mengusut kasus tersebut. Beberapa kali diskusi terkait kasus dugaan kekerasaan seksual tersebut juga digelar.
Koordinator aksi tersebut menjelaskan bahwa kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan dosen tersebut hanyalah satu dari sekian kasus yang terjadi di lingkungan kampus tersebut. Kekerasan seksual tidak saja melibatkan dosen terhadap mahasiswi, tapi juga salah satu staf terhadap mahasiswi hingga mahasiswa terhadap mahasiswi.
“Kekerasan seksual ini bentuknya beragam. Ada yang pelecehan verbal, ada pencabulan, sampai dengan pemerkosaan. Selain itu, pelakunya beragam. Tapi selalu mempunyai relasi kuasa,” ungkapnya.
UU TPKS BAWA ANGIN SEGAR
Sementara itu, pengesahan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan (TPKS) oleh DPR RI pada Selasa lalu (12/4) seperti membawa angin segar. Bukan hanya bagi korban pelecehan seksual, tapi juga untuk perempuan- perempuan Indonesia. Tak terkecuali bagi para mahasiswi.
Di lingkungan kampus, bukan rahasia lagi bahwa posisi dosen umumnya sangat kuat dan superior. Sementara posisi mahasiswa, biasanya ditempatkan dalam relasi yang lemah. Bagi mahasiswa yang tidak memiliki posisi bargaining yang setara, mereka umumnya tidak berdaya dan lemah ketika berhadapan dengan ulah sebagian oknum dosen yang bertindak mesum.
Beberapa momen yang seringkali dimanfaatkan para oknum dosen untuk melancarkan aksinya adalah ketika mahasiswi tengah konsultasi, bimbingan, sedang menempuh ujian, dan lain sebagainya. Mahasiswi yang lemah biasanya tidak mampu mengelak dan potensial menjadi korban ulah dosennya.
Koordinator LBH Cirebon Diding Rahmat mengatakan secara regulasi sebenarnya telah ada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Di mana dalam beberapa poinnya disebutkan kalau perguruan tinggi harus membentuk Satgas Pencegahan dan Penindakan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus.