Putusan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut hukuman penjara selama sembilan tahun serta denda sebesar Rp750 juta subsider kurungan enam bulan.
Kasus ini melibatkan tiga hakim nonaktif PN Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar total Rp4,67 miliar. Jumlah suap yang diterima meliputi Rp1 miliar serta 308 ribu dolar Singapura, yang bila dikonversi ke rupiah setara dengan Rp3,67 miliar dengan kurs Rp11.900 per dolar Singapura.
Selain itu, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing lain seperti dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Baca Juga:Komisi III DPRD Kota Cirebon Pastikan KRIS di RSD Gunung Jati Berjalan BaikPemeliharaan Jalan Tidak Maksimal, Walikota Cirebon dan Kepala DPUTR Turun Langsung Memantau
Perbuatan para terdakwa dalam kasus ini diatur dan dikenai sanksi menurut Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2), Pasal 5 ayat (2) , dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, pembacaan putusan terhadap hakim nonaktif ketiga, Heru Hanindyo, dilakukan secara terpisah setelah sidang putusan Erintuah dan Mangapul.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan penyalahgunaan jabatan oleh hakim sebagai simbol penegak keadilan yang melakukan tindak korupsi dalam proses peradilan.
Putusan ini juga diharapkan menjadi pelajaran bagi seluruh elemen sistem peradilan agar menjaga integritas dan transparansi demi keadilan yang sesungguhnya. (antara)