Kisah Inspiratif Dr Hermanto SH MH Advokat dari Cirebon: Pernah Putus Sekolah hingga Jadi Tukang Sapu

kisah hermanto advokat cirebon
Caption: Dr Hermanto SH MH, memulai perjalanan karir dari bawah, pernah putus sekolah dan jadi tukang sapu. Foto: dok pribadi-radar cirebon. 
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Dunia advokat di Cirebon pasti kenal dengan Dr Hermanto SH MH. Sosoknya cukup dikenal karena menangani berbagai kasus di meja hijau. Ia juga aktif di dunia kampus.

Siapa yang menyangka, sosok dengan perawakan tinggi sekitar 184 cm dan selalu berpenampilan rapih itu berasal dari keluarga biasa-biasa saja. Bahkan, ia melalui masa-masa yang sulit. Dari mulai putus sekolah hingga menjadi tukang sapu.

Masa-masa yang sulit itu dimulai sejak usia remaja, tepatnya waktu. Ia harus menerima nasib, karena keterbatasan ekonomi hingga terpaksa tidak bisa melanjutkan pendidikan. “Tahun 1996 saya lulus SMP tapi tidak bisa melanjutkan ke SMA. Saya berhenti sekolah dan bekerja di perusahaan rotan di Plumbon. Di sana, saya jadi tukang sapu selama satu bulan,” kata Dr Hermanto pada kesempatan berbincang dengan Radar Cirebon, Senin (12/5/2025).

Baca Juga:Angka Perceraian di Kota Cirebon Naik Turun, Didominasi Cekcok Tak BerkesudahanAngka Pernikahan di Kota Cirebon Terus Menurun, Kok Bisa? Ini Kata Psikolog dan Kemenag

Sebulan bekerja jadi tukang sapu di perusahaan rotan, ia kemudian mencoba melamar pekerjaan lainnya di Yogya Grand Center di Jl Karanggetas, Kota Cirebon. Di sana, Hermanto diterima bekerja sebagai cleaning service. Di Yogya Grand itu, ia melihat sebagian karyawan bekerja dengan mengenakan dasi dan tampilan rapih. Ia pun memendam hasrat, ingin kerja yang lebih baik lagi.

Ditambah lagi, kata Hermanto, ia mendengar ceramah KH Zaenudin MZ yang menyampaikan bahwa lebih baik terlambat daripada tidak melakukan sama sekali. “Dari situ saya terdorong lagi agar belajar dan sekolah lagi. Maka setelah putus sekolah satu tahun, saya izin ke bos untuk daftar sekolah. Tahun 1997, saya diterima di MAN 1 Cirebon dan diizinkan sekolah sambil bekerja,” ujarnya.

Namun, sekolah sambil bekerja itu hanya bisa dilalui olehnya selama satu bulan. Setelah 8 bulan bekerja di Yogya, Hermanto kemudian keluar dari pekerjaannya dan fokus pada sekolah. Ia kemudian sekolah dengan biaya dari kakek dan neneknya.

Dengan semangat belajarnya itu, untuk yang pertama kalinya Hermanto mendapat ranking di kelas. Meski hanya ranking ke-5, itu menjadi awal semangat mendapat ranking lebih tinggi, hingga mendapat beasiswa. “Pas kelas dua, saya dapat beasiswa bebas SPP dari pemerintah hingga lulus. Di kelas 3, dapat ranking satu,” ucapnya.

0 Komentar