Ketua Dewan Pers Tekankan Pentingnya SOP dan Etika Sosial untuk Lindungi Jurnalis Perempuan

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat
TERPILIH: Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat saat memberikan keterangan kepada awak media usai serah terima jabatan di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (14/5/2025). (Foto: Narda Margaretha Sinambela/ANTARA)
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat, menegaskan bahwa penyusunan standar operasional prosedur (SOP) di lingkungan redaksi sangat krusial guna melindungi para jurnalis, terutama perempuan, dari berbagai ancaman dan kekerasan, termasuk di ranah digital.

Pernyataan ini disampaikan Komaruddin dalam merespons meningkatnya insiden teror dan kekerasan digital terhadap pekerja media. Ia mencontohkan praktik dan aturan yang sudah tegas diberlakukan di negara-negara maju terkait isu seperti SARA, doxing, dan penghinaan individu.

“Ya, pertama perlu satu etika sosial yang jelas. Di berbagai negara maju, misalnya soal SARA, doxing, penghinaan individu, itu tegas aturannya,” ujar Komaruddin usai serah terima jabatan (sertijab) di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Baca Juga:Arisan Bodong di Cirebon Rugikan Nasabah Rp1 MiliarAnggota DPR Soroti Keracunan Ratusan Siswa di Akibat Menu Makan Bergizi Gratis

Dilansir dari Antara, Komaruddin mengatakan pemerintah perlu konsisten dalam menjaga ruang publik agar terlindungi dari serangan tidak beretika, baik yang terjadi lewat media sosial maupun media massa. Kebebasan berekspresi tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab sosial.

“Jadi, kebebasan silakan, tapi hendaknya tahu etika, tahu batas. Pemerintah juga harus konsekuen melindungi kepentingan publik,” imbuhnya.

Komaruddin juga mengkritik semakin banyaknya konten digital yang lebih mengutamakan sensasi ketimbang nilai edukatif. Memang konten sensasi yang justru laris. Ia mendorong para insan pers untuk proaktif dalam menegakkan etika sosial sekaligus memperkuat literasi publik agar media dapat berperan positif.

“Seharusnya insan pers sendiri juga aktif dalam menjaga dan menegakkan etika sosial,” tegasnya.

Data Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) mencatat sepanjang 2024 terdapat 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan tujuh korban di antaranya adalah jurnalis perempuan. Sementara pada periode Januari sampai Maret 2025, sebanyak 23 kasus terjadi dengan lima korban perempuan.

Mayoritas pelaku kekerasan pada 2024 didominasi oleh aparat kepolisian sebanyak 19 kasus, disusul oleh TNI dengan 11 kasus, warga sipil sebanyak 11 kasus, orang tidak dikenal sepuluh kasus, pebisnis lima kasus, aparatur pemerintah empat kasus, pekerja profesional empat kasus, organisasi masyarakat tiga kasus, pejabat legislatif dua kasus, akademikus dan pejabat pengadilan masing-masing satu kasus.

Pada triwulan pertama 2025, pelaku kekerasan terdiri dari delapan orang tak dikenal, tiga polisi, dua petugas Satpol PP, dua aparat pemerintah, satu warga, satu anggota TNI, satu anggota DPRD, satu pebisnis, satu pekerja profesional, dan satu pejabat pengadilan.

0 Komentar