Ki Hadjar tidak sekadar menulis untuk menyalurkan emosi, tetapi untuk menciptakan gelombang kesadaran. Ia tahu bahwa untuk membebaskan bangsa, rakyat harus diajak berpikir, bukan sekadar diajak melawan. Maka, tulisan menjadi senjatanya. Kata-kata menjadi alatnya untuk menyalakan nalar. Ia tidak memilih jalan kekerasan, melainkan jalan pencerahan.
Dengan tulisannya, Ki Hadjar menyadarkan kita bahwa kemerdekaan tidak akan datang dari permintaan yang sopan atau dari rasa terima kasih penjajah kepada yang dijajah. Kemerdekaan datang dari keberanian untuk berpikir sendiri, menyuarakan keadilan, dan membongkar kepalsuan dengan kata yang terang. Sebagaimana Frantz Fanon menyebut dalam The Wretched of the Earth, kekuasaan kolonial sering kali merusak struktur mental masyarakat jajahan hingga mereka tak lagi percaya pada dirinya sendiri. Ki Hadjar melawan itu. Ia mengembalikan rasa percaya diri bangsa ini—bahwa kita mampu berpikir, merasa, dan bertindak atas nama kemanusiaan kita sendiri.
Dan ia melakukannya melalui tulisan yang, meskipun membuatnya diasingkan ke Pulau Bangka, justru memperkuat jejaknya dalam sejarah bangsa. Dalam konteks itu, Ki Hadjar adalah teladan dari bagaimana individu yang tercerahkan mampu memengaruhi struktur sosial lewat medium yang halus namun tajam. Ia tidak berteriak di jalanan, tetapi suaranya bergema jauh lebih panjang dari teriakan mana pun. Ia tidak menyebar ketakutan, tapi menyulut kesadaran. Kemarahan Ki Hadjar adalah kemarahan yang telah disaring oleh nalar dan hati nurani. Kemarahan yang tidak membakar, tetapi menghangatkan. Kemarahan yang tidak menghancurkan, tetapi membangun fondasi bangsa.
Baca Juga:Patung Rajawali Raksasa di Desa Cipaat Indramayu Jadi Sorotan di Medsos, Ternyata Segini BiayanyaForkopimcam Jatibarang Indramayu Turun Tangan, Tertibkan Aturan Retribusi di Pasar Sandang Jatibarang
Dalam diri Ki Hadjar, kita belajar bahwa menulis bukanlah pelarian dari konflik, tapi bentuk tertinggi dari perlawanan yang beradab. (*)
Penulis: Syarifuddin
*Penelaah Teknis Kebijakan (Klerek) pada Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan, Sekretariat Daerah Kota Cirebon/Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik, Sekolah Pascasarjana Universitas Terbuka