4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Diperiksa, Ada Yang Disegel Karena Terbukti Lakukan Pencemaran Lingkungan

ist
Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
0 Komentar

Kelestarian lingkungan di Raja Ampat harus dijaga dengan hati-hati. Karena biodiversitasnya sangat tinggi. “Misalnya 75 persen jenis terumbu karang dunia ada di Raja Ampat,” kata Hanif. Sehingga bisa menjadi habitat beranekaragam ikan dan hewan laut lainnya.

Sayangnya, habitat terumbu karang tersebut terancam dengan adanya perusahaan tambang nikel di sana. Total ada empat perusahaan yang diperiksa lebih lanjut. Yaitu PT Gag Nikel (GN), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM).

Hasil penelusuran tim KLH di lapangan, kondisi empat perusahaan itu berbeda-beda. Kondisi cukup parah ditemukan di PT ASP yang mempunyai luas bukaan tambang 109 hektar lebih. Perusahaan ini beroperasi di Pulau Manuran, Kab. Raja Ampat.

Baca Juga:BSI Distribusikan 15.272 Ekor Hewan KurbanBerlakukan Jam Malam bagi Pelajar, Bupati Cirebon: Kuncinya Ada di Orang Tua

Temuan tim KLH untuk PT ASP itu adalah dari visual yang diambil lewat drone, terlihat pesisir laut terlihat keruh akibat sedimentasi. Kemudian air limbah lariannya tidak dikelola. Pada saat dilakukan pengawasan, ditemukan kolam settling pond jebol. Mengakibatkan adanya luncuran sedimentasi ke pantai. Sehingga merusak lingkungan di sana.

“Telah dipasang papan pengawasan atau segel (di PT ASP),” katanya. Dengan pemasangan papan tersebut, tim melakukan kajian lebih dalam. Termasuk kajian berbasis laboratorium. Hasilnya bisa beripa sanksi administratif, pidana, atau perdata. Hasilnya bisa ketahuan sekitar satu sampai dua bulan.

Sementara itu untuk PT KSM ditemukan praktik menggarap lahan melebihi izinnya. Total lahan yang mereka kelola di luar izin adalah sekitar 5 hektare di kawasan hutan. Sama dengan PT ASP, lokasi PT KSM juga di Pulau Manuran. Atas tindakan tersebut, KLH mengeluarkan dua tindak lanjut. Yaitu penegakan hukum pidana perambahan hutan.

Kemudian peninjauan kembali persetujuan lingkungan (perling) yang sudah keluar. Alasannya karena perusahaan tersebut beroperasi di pulau kecil. (jp)

0 Komentar