RADARCIREBON.ID-Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon mengakui bahwa penanganan dan pengelolaan sampah di wilayahnya masih belum optimal.
Kepala DLH Kabupaten Cirebon, Iwan Ridwan Hardiawan menyebutkan, sejumlah kendala yang menjadi penyebab utama, terutama terkait keterbatasan sarana dan prasarana.
“Kami akui, penanganan sampah di Kabupaten Cirebon memang belum optimal,” ujar Iwan kepada Radar Cirebon.
Baca Juga:Soroti Opini WDP Pemda Kuningan, PKB Dorong Evaluasi Menyeluruh Pengelolaan Keuangan Daerah4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Diperiksa, Ada Yang Disegel Karena Terbukti Lakukan Pencemaran Lingkungan
Diungkapkannya, saat ini DLH hanya mampu mengangkut sekitar 425 ton sampah per hari. Padahal, jumlah produksi sampah harian di Kabupaten Cirebon mencapai 1.300 ton.
Artinya, sekitar 875 ton sampah tidak terangkut setiap harinya. “Ini terjadi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang kami miliki masih sangat minim,” katanya.
Lebih lanjut, dijelaskan Iwan, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kubangdeleg sempat tidak beroperasi selama lebih dari satu bulan akibat kerusakan akses jalan menuju lokasi. Akibatnya, DLH harus mengalihkan pembuangan ke TPA Gunung Santri, yang menambah beban kerja dan menyulitkan proses pengangkutan sampah.
“Namun Alhamdulillah, TPA Kubangdeleg sudah kembali beroperasi sejak dua hari terakhir,” tambahnya.
Iwan juga menyoroti rendahnya jumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS) di desa-desa. Dari total 412 desa di Kabupaten Cirebon, baru 228 desa yang memiliki TPS.
“Padahal dalam peraturan daerah sudah dijelaskan bahwa penanganan sampah seharusnya bisa diselesaikan di tingkat desa,” jelasnya.
DLH berencana memberikan sanksi administratif kepada desa yang lalai dalam pengelolaan sampah.
Baca Juga:Siswa di Kuningan Tidak Boleh Bawa HP ke Sekolah, Ada Sanksi TegasBSI Distribusikan 15.272 Ekor Hewan Kurban
Salah satunya adalah penangguhan pembayaran penghasilan tetap (siltap) kepala desa, namun penerapannya masih menunggu terbitnya Peraturan Bupati (Perbup).
Iwan menambahkan, saat ini banyak laporan tentang timbunan sampah liar dari berbagai desa. Dari 21 desa yang melaporkan, baru 12 desa yang sudah ditangani.
“Kami terbatas dari sisi personel dan peralatan. Penanganan sampah liar juga butuh partisipasi aktif masyarakat. Kadang kami baru saja membersihkan, tapi beberapa hari kemudian muncul lagi. Meski sudah diberi rambu atau pohon penghalang, warga tetap buang sampah sembarangan,” ungkapnya. (den)