Tapi rupanya, Iran lebih cerdas. Iran sudah mencium rencana serangan. Dua hari sebelum serangan, satelit menangkap aktivitas mencurigakan di Fordow.
Ada 16 truk keluar masuk. Esoknya, truk-truk itu pindah sekitar 1 km dari kompleks. Ada juga buldoser dan kendaraan berat diposisikan di pintu masuk bunker. Seolah Iran mencoba mengosongkan fasilitas sebelum diserang.
Gambar satelit pascaserangan memperlihatkan kerusakan Fordow dari atas. Tampak video simulasi bagaimana GBU-57A bekerja menembus bunker bawah tanah.
Baca Juga:Israel Salah Perhitungan, Tak Bisa Deteksi Persenjataan Iran, Politik Global pun BergeserInilah 9 Hewan yang Sudah Punah, Harimau Bali Termasuk Salah Satunya
Dalam video yang dibagikan pascaserangan, tidak ada tanda-tanda kebakaran. Ini wajar saja, karena lokasi target berada di bawah tanah.
Tapi, jika memang ada kerusakan besar, harusnya terlihat asap. Hanya saja malam itu tidak ada asap yang terlihat.
Namun, keesokan paginya, ada reporter TV pemerintah Iran melaporkan langsung dari Fordow. Di belakangnya, terlihat asap mengepul dari fasilitas tersebut, 7 jam setelah serangan.
Tapi, apakah ada bahaya radiasi atau kebocoran nuklir? Ternyata, Iran telah memindahkan sebagian besar uranium yang diperkaya sekitar 60% dari Fordow ke lokasi rahasia sebelum serangan.
Menurut pengakuan Iran beberapa bulan lalu, jika fasilitas dihancurkan, mereka siap bangun lagi dari awal. Ternyata, ada laporan bahwa Iran sudah mulai mengembangkan fasilitas nuklir baru secara rahasia.
Fasilitas nuklir baru itu juga untuk sambil mengalihkan perhatian dunia ke Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Bagaimana reaksi dalam negeri AS? Beberapa anggota Kongres mengkritik keras langkah Trump.Mereka menyebutnya tidak konstitusional karena tidak ada persetujuan Kongres untuk memulai serangan ini.
Baca Juga:Perang Iran vs Israel Bisa Out of Control, SBY: Masa Depan Dunia Ditentukan 5 Strong MenPerang Israel vs Iran Untungkan Timnas Indonesia, Putaran 4 Piala Dunia Zona Asia Pindah ke Tempat Netral?
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan jika AS sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah melanggar Piagam PBB, hukum internasional, dan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
“Iran berhak membela diri sepenuhnya sesuai hukum internasional,” tandas Abbas Araghchi.
Yang paling dikhawatirkan adalah Selat Hormuz.Iran bisa saja menutupnya dan menebar ranjau laut. Tentu, sebagai antisipasi, AS mengirim kapal USS Canberra untuk menetralisir ranjau.
Jika Hormuz ditutup, hampir dipastikan harga minyak dan gas dunia melonjak. Akan terjadi krisis ekonomi global. Ekspor minyak dan gas sebagian besar negara terhambat. Juga, bursa saham terguncang.