Bunga itu tidak lagi dihitung setiap bulan. Bunga tersebut dihitung per hari. Penetapan bunga seperti inilah yang membuat peminjamnya banyak yang bermasalah.
Misalnya, pinjaman jatuh tempo satu bulan. Tapi, peminjam harus membayar utang pokok ditambah bunga setiap harinya. “Ini yang sering bikin krediturnya kelimpungan sendiri,” jelasnya.
Kemudian ada Bank Emok yang menggunakan sistem tanggung renteng. Utang harus dibayar bersama-sama oleh seluruh anggota kelompok.
Baca Juga:Momen Lesti Kejora dan Sammy Simorangkir Diminta Hakim MK Suhartoyo Menyanyi di Sidang Uji Materi UU Hak CiptaGaji Rp 5 Juta Sebulan, Punya Anak-Isteri dan Bisa Nabung, Bagaimana Caranya?
Jadi kalau utang Rp10 juta, semua anggota kelompok harus ikut bertanggung jawab. Kealau ada anggota yang tak bisa membayar, yang lain harus ikut terkena bebannya.
Bagaimana jika ada pengutang yang tidak bisa membayar? Nah ini yang mengerikan. Mereka bakal diteror 1 minggu 1 kali. Bahkan ada yang tiap hari.
Jika ditagih dan diteror, tetap tidak bisa membayar, Bank Emok tak segan-segan menyita barang berharga dari kreditor. Seperti alat elektronik, emas, kendaraan hingga sertifikat rumah.
Walau tahu Bank Emok ini punya daya rusak yang dahsyat, tapi pelaku UMKM dan masyarakat masih mengandalkannya. Hal itu karena banyak alasan.
Alasan paling pertama dan utama adalah karena mudah. Tak ada syarat yang bikin ribet. Cukup KTP dan kartu keluarga, uang bisa langsung cair.
Alasan lain karena pelaku UMKM di Jawa Barat memang banyak yang terkendala soal modal. Data menunjukkan, yang terkendala modal jumlahnya mencapai 52,96 persen UMKM.
Dari jumlah itu, ada sekitar 40 persen pelaku UMKM yang sudah terjerat Bank Emok atau praktik rentenir lainnya. Ditambah jasa keuangan ilegal tersebut menyasar ke berbagai pelosok desa.
Baca Juga:Indramayu Disiapkan Jadi Sentra Pertanian Berbasis Industri ModernEO Bakal Jadi 'Tumbal' Syukuran Berujung Maut Anak KDM, Segera Digarap Polda Jabar
Data dari OJK, literasi keuangan di desa cenderung lebih rendah dibanding perkotaan. Sebagai pembanding, indeks literasi keuangan di perkotaan 69.71 persen, sedangkan di pedesaan hanya 59.25 persen.
Apakah ada solusi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat? Sebenarnya sudah ada, tapi masih terlalu kecil. Seharusnya pemerintah bisa menyediakan skema kredit yang beban bungannya sekecil mungkin, khususnya untuk UMKM.
Misalnya, Pempov Jabar sudah menyediakan skema pinjaman lewat Bank BJB. Namanya Kredit Mesra. Solusi lainnya yaitu edukasi soal literasi keuangan untuk masyarakat di pedesaan.