RADARCIREBON.ID – Baru sepekan pedagang pasar tradisional yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) melayangkan protes kepada Pemkot Cirebon terkait berdirinya minimarket di depan Pasar Harjamukti.
Kini, polemik serupa kembali muncul dengan rencana pembangunan minimarket di kawasan Pasar Pronggol. Hal ini memicu gelombang protes dari pedagang.
Sekretaris APPSI Kota Cirebon, Yudi Aris, kepada Radar Cirebon, Jumat (12/9/2025), menyampaikan keberatan atas rencana tersebut.
Baca Juga:Latih Warga Kelola Sampah dari Rumah, DLH Kabupaten Cirebon Kolaborasi dengan Pemerintah Desa SarabauDPRD Kabupaten Cirebon Dukung Pendekatan Restorative Justice untuk Selamatkan Masa Depan Anak
“Saat ini di area Pasar Pronggol ada indikasi pembangunan minimarket. Protes ini bukan tanpa alasan. Pedagang pasar tradisional semakin tertekan, sementara mereka selama ini rutin membayar retribusi setiap hari. Jika dikalkulasikan, setahun bisa mencapai hampir Rp2 miliar. Hal ini seharusnya diapresiasi oleh Pemkot Cirebon, bukan malah membiarkan minimarket berdiri di dekat pasar tradisional,” tegas Yudi.
Ia juga menyinggung hasil pertemuan dengan Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian (DKUKMPP) yang dinilai tidak memberikan solusi konkret atas berdirinya pasar modern di depan Pasar Harjamukti.
“Sekarang malah di kawasan Pasar Pronggol akan dibangun minimarket lagi,” tambahnya.
APPSI berharap pemkot menerbitkan moratorium perizinan minimarket. Menurut Yudi, aturan yang baru seharusnya lebih berpihak kepada pedagang tradisional, bukan sebaliknya.
Ia juga mendesak walikota segera mengeluarkan peraturan wali kota (Perwali) terkait jarak pendirian minimarket dengan pasar tradisional.
“Informasinya saat ini sudah ada sekitar 120 minimarket, padahal dalam moratorium sebelumnya hanya disepakati 60 minimarket,” bebernya.
Yudi menegaskan, jika tidak ada penertiban, APPSI siap melakukan aksi. “Kalau perlu, kami mendesak agar dilakukan audit terhadap nilai perizinan minimarket,” tandasnya. (abd)