69 Pelanggar Protokol Kesehatan di Kabupaten Cirebon Didenda

69 Pelanggar Protokol Kesehatan di Kabupaten Cirebon Didenda
SIDANG TIPIRING: Pelanggar protokol kesehatan di Kabupaten Cirebon disidangkan. Berbagai macam pelanggaran dan berbagai macam pula sanksinya. Dari mulai denda sebesar Rp30.000 sampai dengan denda Rp300.000. FOTO: CECEP NACEPI/RADAR CIREBON
0 Komentar

CIREBON – Sudah 10 hari PPKM darurat dilaksanakan. Sedikitnya, puluhan pelanggar protokol kesehatan di Kabupaten Cirebon disidangkan. Berbagai macam pelanggaran dan berbagai macam pula sanksinya. Dari mulai denda sebesar Rp30.000 sampai dengan denda Rp300.000.
Diungkapkan oleh Kasat Pol PP Kabupaten Cirebon, Syarifudin melalui Kabid Tibumtranmas, Dadang Priyono, pihaknya sudah memproses 69 pelanggar protokol kesehatan hingga maju dalam persidangan. Ada sebanyak 62 orang dan 7 pelaku usaha.
“Mereka yang melanggar perorangan ada 62 orang yang dikenakan sanksi denda Rp 30.000 sampai Rp 100.000. Sementara untuk pelaku usaha, ada 7 pengusaha. Dikenakan sanksi Rp50.000 sampai Rp 300.000. Total denda ada Rp3.830.000. Besok sudah ada 20 lagi yang akan disidangkan,” ujar Dadang.
Menurut Dadang, Sidang On The Stret (OTS) tersebut membuktikan pihaknya tidak main-main dalam menindak pelanggar protokol kesehatan. Alasannya, karena jumlah yang terpapar semakin banyak. Hal tersebut, berdasarkan regulasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2021 perubahannya dari mulai Permendagri 18 sampai 19 dan Perda Nomor 5 Tahun 2021 terkait dengan Tibum Prov Jabar.
“Di pasal 39, disitu ada pendelegasian kepada penyidik di Kabupaten dan Kota. Makanya, kita diberikan surat pendelegasian untuk penyidikan. Kita turun itu bersama TNI, Polri dan unsur lainnya. Yang berhak menyidik itu ya PPNS atau penyidik dari PPNS, kemudian PPNS Satpol PP, itu nanti mereka yang membuka berita acara pemeriksaan cepat. Kemudian diajukan untuk sidang on the stret (OTS),” kata Dadang.
Dadang menjelaskan, dalam PPKM darurat ini, pihaknya menyasar tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Baik, perorangan atau pelaku usaha. Misalnya, pelaku usaha harusnya, take away. Namun, mereka masih belum terbiasa. Sehingga, beberapa pelaku usaha nekat melanggar. Sementara perorangannya, yang tidak menggunakan masker, mengundang kerumunan, seperti resepsi pernikahan. Tetap tidak diperbolehkan.
“Kami mengerti, omzet turun drastis. Tapi mereka harus menyesuaikan terkait dengan PPKM darurat. Seperti membatasi jam operasional dan lainnya. Perorangan tidak menggunakan masker atau mengundang kerumunan masyarakat seperti resepsi pernikahan. Kalaupun menikah ya di tempat yang seharusnya, misalkan KUA,” pungkasnya.
Disinggung soal pengusaha kecil, pihaknya juga lebih mengutamakan pendekatan persuasif dan humanis. Mencoba komunikasi agar mereka paham regulasinya. Namun, ada yang faham dan ada yang tidak sama sekali tentang aturan-aturan itu.

0 Komentar