BRT Harus Ada PSO

tabungan-siswa-sdn-1-jatiseeng-dimakan-guru
Orang tua siswa SDN 1 Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon mendatangi sekolah untuk kejelasan pengembalian tabungan siswa. Foto: Deni Hamdani/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Pengoperasian Bus Rapid Transit (BRT) tidak akan pernah berhasil bila tidak mempersiapkan perangkat operasionalnya. Sekretaris DPC Organda Cirebon, Karsono memandang perlu dibuatnya Public Service Obligation(PSO).
Karsono menuturkan, pengelolaan BRT tak harus dilakukan oleh BUMD, PT, UPT ataupun Damri. Salah satunya menyiapkan PSO tersebut. Sebab, langkah tersebut jauh lebih cepat dan praktis. Mengingat pembuatan UPTD membutuhkan waktu lebih panjang.
Bisa juga menyerahkan pengelolaan kepada DAMRI atau PT. “Namun dalam penunjukkan ini harus dengan disertai dengan cover BOK dan BOP,” kata Karsono, kepada Radar Cirebon, Rabu (14/10).
Dalam memberikan pelayanan pada masyarakaat untuk memenuhi pelayanan angkutan masal, kata dia, pemerintah daerah sudah seharusnya memberikan PSO. Yakni merupakan kebijakan pemerintah kepada perusahaan (umumnya BUMN) untuk memberikan subsidi.
Antara lain memberikan perusahaan tersebut suatu hak monopoli untuk mengoperasikan transportasi publik dalam jangka waktu tertentu, umumnya setiap setahun sekali.
Dari perkembangan saat ini, perusahaan daerah telah melakukan kalkulasi. Dari situ, terlihat biaya operasi yang berat. Karenanya, perlu ada peran pemerintah. Setidaknya memberikan subsidi di tahun-tahun pertama. Baru ke depan bisa dikurangi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.
“Kuncinya dalam menjalankan BRT ini, pemerintah harus menyediakan anggaran subsidi di awal untuk biaya operasional yang berat,” tandasnya.
Bila ada PSO, sambung Karsono, BRT barulah bisa jalan. Tanpa adanya kehadiran pemerintah dalam memberikan subsidi, sulit armada angkutan masal bisa berjalan. “Kalau memang tidak ada anggaran untuk itu atau belum siap, lebih baik dikembalikan seperti yang dilakukan kabupaten Cirebon,” sarannya.
Sementara itu, melihat angkutan kota yang hingga saat ini sudah mulai tak laik, menurut Karsono, BRT memang sudah diperlukan oleh masyarakat Cirebon. Apalagi, memberikan pelayanan angkutan masal jadi salah satu tanggung jawab pemerintah.
“Saat ini rata-rata angkot di kota Cirebon sudah tak laik. Kalau mau mencontoh kota lain seperti Solo. Pemerintah bisa membeli 100 angkot ber-AC yang akhirnya bisa meningkatkan pelayanan transportasi masal dan diraskaan oleh banyak masyarakat,” tukasnya.
Rencananya, pekan ini Wakil Walikota Cirebon, Dra Hj Eti Herawati akan menemui kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Barat. Dalam agenda tersebut, akan dibahas mengenai rencana operasinal bus rapid transit (BRT).

0 Komentar