Di-PHK, Buruh Rotan Ngadu ke Dewan

Di-PHK, Buruh Rotan Ngadu ke Dewan
NGADU: Buruh perusahaan rotan, Yamakawa di Kabupaten Cirebon mengadu ke DPRD karena di-PHK tanpa pesangon, kemarin. SAMSUL HUDA/RADAR CIREBON
0 Komentar

CIREBON – Sebanyak 235 buruh perusahaan rotan, Yamakawa di Kabupaten Cirebon mengadu ke DPRD. Pasalnya, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Tanpa memberikan pesangon.
Perwakilan buruh, Amal meminta perusahaan segera memenuhi kewajiban kepada buruh ketika melakukan PHK sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Yakni membayar pesangon, penghargaan dan penggantian hak.
“Dari jumlah total 235 buruh, semuanya belum ada yang ditanggung,” kata Amal saat audiensi dengan komisi IV, kemarin (4/6).
Menurutnya, perusahaan yang melakukan PHK bukan hanya Yamakawa saja. Banyak perusahaan, dengan jumlah total buruhnya dimungkinkan ribuan. Tetapi, tidak ada gejolak. Hanya di Yamakawa saja. Alasannya, karena yang lain menaati perundang-undangan.
“Kami mengira adanya wabah Covid-19, perusahaan tidaklah merugi. Justru mereka diuntungkan. Hanya ada penundaan distribusi saja. Produksinya tetap berlanjut,” jelasnya.
Sementara itu, perwakilan perusahaan, Untung Triyadi menyampaikan, pihaknya tidak bisa memberikan keputusan apapun. Mengingat, kebijakan ada di pimpinan. “Hasilnya akan kami sampaikan. Kami tidak bisa memutuskan apapun,” singkatnya.
Di tempat yang sama, Kepala Disnakertrans Kabupaten Cirebon, Erry Achmad Husaery SH MM menegaskan, memang hasil pertemuan belum ada keputusan apapun. Pihaknya juga menyoroti, Yamakawa tidak mengalami kerugian di tahun 2019.
“Kalau terjadi apa-apa harusnya dilakukan perundingan. Untuk menentukan tuntutan buruh,” tegasnya.
Tapi, sebenarnya 170 pekerja yang di-PHK sudah menerima, ketika memang kewajiban intinya dipenuhi perusahaan. Yakni dibayarkan pesangonnya, meskipun tanpa penggantian hak dan penghargaan. “Yang masih mempersoalkan, yang sisanya itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan SE mengaku, pihaknya merasa prihatin. Mengingat, perusahaan seolah membebankan kerugiannya kepada para pekerja.
“Perusahaan ketika rugi jangan sampai buruh saja yang jadi korban,” tuturnya.
Sebagai bahan evaluasi, kata politisi Partai Hanura itu, ke depan Disnakertrans agar bisa memberikan pembinaan yang baik, untuk menghilangkan tabiat buruk perusahaan. Agar pihak perusahaan menaati perundang-undangan.
Bahkan, berdasarkan hasil pembahasan disepakati kewajiban mereka (perusahaan, red) harus dilaksanakan. Kalau sampai dengan waktu tujuh hari perusahaan mangkir, akan dilakukan penutupan. “Kami akan berkoordinasi dengan Satpol PP untuk menutupnya. Kan harus mengikuti aturan,” pungkasnya. (sam)

0 Komentar