Ibu dari Remaja Tewas Ditembak oleh Polisi Prancis Meyakini Kematian Putranya Bermotif Rasisme

Aksi protes terhadap polisi Prancis
PROTES: Mounia, seorang ibu yang putranya dibunuh oleh polisi Prancis, di atas sebuah van di tengah-tengah ribuan oarng yang melakukan aksi protes di Naterre pada Kamis (29/6/2023). foto: Michel Euler/Associated Press
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Ibu dari seorang remaja berusia 17 tahun bernama Nahel, korban yang ditembak oleh polisi Prancis, pada Kamis mengatakan bahwa dia yakin rasialisme menjadi motif kematian putranya. Dalam wawancara yang disiarkan pada saluran TV France 5, ibu Nahel, Mounia, mengatakan bahwa petugas polisi itu “melihat wajah seorang Arab, seorang anak kecil”, dan “ingin mengambil nyawanya”.

Tuduhan rasialisme ini menambah kompleksitas dalam kasus tragis ini dan memunculkan pertanyaan tentang perilaku polisi dan masalah rasisme dalam lembaga penegak hukum di Prancis. Mounia menegaskan bahwa dia tidak berniat menyalahkan seluruh institusi polisi, tetapi dia menuntut keadilan untuk putranya dan hanya menyalahkan petugas polisi yang bertanggung jawab atas kematiannya.

Kronologi kejadian menunjukkan bahwa Nahel ditembak mati oleh polisi pada Selasa di daerah pinggiran Paris, Nanterre, setelah dia melanggar undang-undang lalu lintas dan menolak menepi, menurut jaksa. Jaksa pada Kamis mengumumkan bahwa petugas yang membunuh Nahel itu telah didakwa dengan pembunuhan secara disengaja dan ditahan dalam penahanan pra-sidang. Pengacara polisi tersebut, Laurent-Franck Lienard, menyatakan bahwa kliennya sangat terpukul dan meminta maaf kepada keluarga korban.

Baca Juga:Peringatan HUT Bhayangkara Ke-77: Polri Presisi untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia EmasPolisi Prancis Menangkap 1.311 Orang yang Melakukan Aksi Demonstrasi

Kematian Nahel memicu protes massa di Nanterre, dan bentrokan antara demonstran dan polisi terjadi. Kepolisian Paris melaporkan bahwa lebih dari 6.000 orang turut serta dalam aksi protes tersebut. Ketegangan semakin meningkat ketika ibu Nahel memimpin demonstrasi di Nanterre untuk menuntut keadilan dan merespons kematiannya.

Protes ini juga mengekspos ketidakamanan dan kekhawatiran sebagian masyarakat terhadap polisi. Sophia, seorang gadis berusia 17 tahun yang ikut dalam protes, menyatakan bahwa dia merasa tidak aman dan takut bahwa polisi dapat menembaknya ketika berada di luar. Ketakutan ini mencerminkan kepercayaan yang rusak dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum mereka.

Puluhan Ribu Polisi Prancis Dikerahkan

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin memberikan respons terhadap situasi ini dan mengumumkan tindakan pemerintah. Dia menyatakan bahwa 40.000 petugas polisi, termasuk 5.000 di Paris, akan dikerahkan di daerah-daerah pinggiran ibu kota Paris untuk menghadapi kemungkinan adanya demonstrasi lebih lanjut. Langkah ini diambil untuk menjaga ketertiban dan mengamankan keamanan warga.

0 Komentar