Menjaga Toleransi dan Pluralisme di Cirebon

Menjaga Toleransi dan Pluralisme di Cirebon
0 Komentar

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyambangi Cirebon, Kamis (16/9). Memberikan pembinaan nilai-nilai Pancasila. Kegiatan dipusatkan di Aston Hotel Cirebon. Salah satu yang diperkuat yaitu nilai toleransi dan pluralisme yang sudah terbangun berabad-abad lamanya.ADE GUSTIANA, Cirebon
 
PEMBINAAN Ideologi Pancasila (PIP) kemarin dan hari ini terselenggara bagi tokoh agama, santri, pendidikan, masyarakat, pemuda, dan komponen masyarakat lain di Cirebon. Kegiatan dibuka langsung Kepala BPIP Prof Drs KH Yudian Wahyudi MA PhD. Acara juga diikuti peserta melalui zoom.
Digelar untuk menyambut Hari Santri Nasional (HSN) 2021 yang mengusung tema: Santri Indonesia Siaga Jiwa Raga. Yudian mengatakan, dalam perjalanan sejarah bangsa, santri merupakan kelompok yang spesial seperti halnya para intelektual modern penggagas gerakan kebangsaan hasil politik etis Belanda.
“Pengalaman dan spirit religiusitas ternyata juga menjadi pondasi kuat untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme, sama kuatnya dengan pengalaman para intelektual kebangsaan modern,” papar Yudian.
Resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang digelorakan Hadratus Syeh KH Hasyim Asyari, katanya, member amunisi yang luar biasa terhadap para pejuang. Seruan resolusi jihad santri pada masa itu mampu menghalau kedatangan Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal AWS Mallaby, yang merupakan hasil dari rencana Agresi Militer II Belanda untuk kembali menjajah tanah air Indonesia.
“Tokoh agama, tokoh masyarakat, guru, dosen, mahasiswa dan para santri kita, merupakan bagian dari darah yang mengalir dalam perjuang itu,” ucapnya.
Dikatakan, kemerdekaan Indonesia mewariskan Ideologi Pancasila sebagai amanah bersama. “Yang mengkhawatirkan adalah fenomena semangat keberagaman yang meningkat ini terkadang membenturkan spirit religiusitas dengan semangat kebangsaan,” jelasnya.
Yudian merasa perlu belajar dari tradisi pesantren untuk cara memilih guru terbaik. Termasuk bagaimana cara belajar yang baik dan berusaha mengamalkan ilmu agama dengan sebaik-baiknya. Sehingga tidak ada lagi perbenturan antara agama dan negara.
“Ke depan, di antaranya melalui kedeputian diklat dan kerjasama dengan berbagai pihak, kami bisa menyelenggarakan  pelatihan kepada para penceramah agama, penambahan materi pencegahan ekstremisme yang mengarah pada terorisme dalam kurikulum pendidikan tinggi, dan penyusunan standar kompetensi aparatur yang menangani orang terindikasi radikal-ektremis,” tandasnya.

0 Komentar