Netty Dorong Vaksinasi Berbasis Kewilayahan

Netty Dorong Vaksinasi Berbasis Kewilayahan
SALAM SEHAT: Anggota DPR RI Komisi IX DPR RI DR Hj Netty Prasetiyani MSi (busana warna ungu) foto bersama perwakilan dari kemenkes, dan Dinkes Jabar dalam acara sosialisasi, kemarin. ANANG SYAHRONI/ RADAR INDRAMAYU
0 Komentar

 
INDRAMAYU- Untuk mempercepat herd immunity terhadap virus corona, Anggota DPR RI Komisi IX dari Fraksi PKS DR Hj Netty Prasetiyani MSi mendorong pemerintah melakukan vaksinasi berbasis kewilayahan, yaitu dengan memprioritaskan wilayah yang termasuk kedalam zona merah.
Hal itu, diungkapkan Netty, saat ditemui Radar Indramayu, seusai kegiatan sosialisasi program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga pada masa pandemi Covid-19, di Aula Islamic Center Indramayu, Jumat (10/9).
Pelaksanaannya, kata Netty, dibarengi dengan kegiatan sosial vaksinasi bagi masyarakat umum, yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu sebagai tenaga vaksinatornya.
Berbica tentang vaksin, pihaknya bersama Komisi IX DPR RI akan memeriksa logistik ketersedian vaksin. Menurutnya, ketersediaan vaksin saat ini sangat tergantung pada kedatangan vaksin.
Hal itu, dikarenakan vaksin impor, seperti Sinovac, Astrazeneca, Moderna yang prioritasnya bagi tenaga kesehatan. Sedangkan, Pfizer, dan Sinopharm yang didapat dari hibah Uni Emirat Arab atau yang sebagian dibeli untuk vaksin gotong rotong dan badan usaha.
“Masalah vaksin itu tergantung pendistribusiannya, banyak kritik dan catatan dari kami komisi IX pada pemerintah,” kata Netty.
Untuk mempercepat terbentuknya herd immunity, kata mantan Bunda Literasi Jawa Barat ini, seharusnya pemerintah melakukan vaksinasi berbasis kewilayahan bukan saja berbasis resiko.
“Kalau ingin cepat tercapai herd immunity harus berbasis kewilayahan, wilayah-wilayah yang hari ini jadi zona merah, kemudian wilayah jumlah penduduknya yang padat harus mendapatkan prioritas vaksin,” terangnya.
Terkait tenaga vaksinator agar terwujudnya pencapaian herd immunity, Netty mendorong pemerintah melakukan rekrutmen relawan. “Berdasarkan peninjauan komisi IX DPR RI dalam sehari vaksinator dapat menyuntikan 800 dosis vaksin kepada masyarakat, akan tetapi ini harus dibarengi dengan stamina, kebugaran, tubuh, sehingga pergantian petugas harus dipikirkan oleh pemerintah baik penjadwalan tugasnya dan hak-hak mereka sebagai tenaga kesehatan (nakes).
Selain itu, pemerintah juga harus mencermati Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi.
Kemudian, lanjut Netty, tata kelola komunikasi publik juga harus diatur sehingga tidak ada lagi kebingguan masyarakat vaksin mana yang terbaik, vaksin yang berkualitas, atau vaksin mana yang paling efektif. “Hal ini ada pada permasalahan bagaimana pemerintah dapat mengolah KIPI dan mengolah komunikasi publik.

0 Komentar