Pemukiman Kumuh Perhatian Serius Pansus III

Pemukiman Kumuh Perhatian Serius Pansus III
SERIUS: Pansus III DPRD Kabupaten Cirebon serius  mempelajari Raperda Kawasan Pemukiman Kumuh di Kabupaten Badung dan Denpasar, Bali, untuk diterapkan di Kabupaten Cirebon.  --FOTO SAMSUL HUDA/RADAR CIREBON
0 Komentar

SUMBER – Jumlah kawasan kumuh di Kabupaten Cirebon masih banyak. Ada 195 desa kategori kumuh. Kondisi itu menjadi perhatian serius anggota legislatif. Pansus III DPRD Kabupaten Cirebon sudah melakukan langkah-langkah, yakni mendorong penataan kawasan kumuh. Caranya, belajar dari kota/kabupaten yang berhasil menatan kawasan kumuh. Seperti Kabupaten Badung dan Denpasar, Bali. Di sana, kawasannya tertata rapi dan bersih.
Ketua Pansus III DPRD Kabupaten Cirebon, Hermanto SH mengatakan, penataan kawasan kumuh di Kabupaten Cirebon selama ini tidak jelas serta tidak terukur. Padahal, program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) sudah berjalan di Kabupaten Cirebon.
“Ini menjadi catatan kita. Sebagai mitra kerja eksekutif, tentunya harus terlibat di dalam. Salah satunya merancang peraturan daerah tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh di Kabupaten Cirebon,” ujar Hermanto kepada Radar Cirebon, kemarin (26/11).
Menurutnya, dalam penanganan penataan pemukiman kumuh harus ada konsep oleh Pemerintah Kabupaen Cirebon agar tidak menimbulkan resistensi dari masyarakat yang berujung pada konflik horizontal. “Selain itu harus ada sinergi antara program pemerintah daerah, provinsi dan pusat, dalam membuat roadmap kawasan berlekanjutan sesuai RPJMD dengan target 25 tahun mendatang,” terangnya.
Alasannya, kata Hermanto, menyangkut pemenuhan standar pelayanan menuju daerah layak huni, aman dan nyaman, dengan indikator daerah yang hijau, berketahanan iklim dan bencana, serta indikator kota cerdas berbasis teknologi. “Karena itu, raperda ini diharapkan dapat menjadi instrumen acuan dan dasar hukum pelaksanaan program. Sehingga memberikan kepastian hukum bagi stake holder dalam upaya pelaksanaan penanganan kawasan kumuh,” paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ketika raperda menjadi perda, juga bisa menjadi instrumen untuk memberikan jaminan terhadap kualitas lingkungan tempat tinggal sesuai standar pelayanan minimal bagi seluruh masyarakat.
“Dengan aturan itulah, yang nantinya program dan anggaran yang ada di masing-masing OPD, dapat fokus dan terarah dalam mengatasi masalah perumahan dan pemukiman kumuh,” pungkasnya. (sam) 

0 Komentar