Penataan Pesisir Panjunan Entaskan 17,72 Hektare Kawasan Kumuh

Penataan Pesisir Panjunan Entaskan 17,72 Hektare Kawasan Kumuh
Penataan Pesisir Panjunan Entaskan 17,72 Hektare Kawasan Kumuh
0 Komentar

CIREBON – Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon mengakui belum
melakukan sosialisasi kepada warga terdampak penataan kawasan Pesisir Panjunan.
Dalam waktu dekat, warga akan menerima penjelasan resmi.

Kepala Bidang Kawasan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon, Khaerul Bachtiar membeberkan, luas
lokasi yang akan dilakukan penataan di RW 01 dan RW 10 Kelurahan Panjunan
adalah 17,72 hektare. Pernyataannya sekaligus mengklarifikasi data sebelumnya,
yang diperkirakan 40 hektare.

Data 17,72 hektare berdasarkan Keputusan Walikota Cirebon
663/ Kep.133-DPRKP/2018 tentang perubahan kedua keputusan Walikota Cirebon 663/
Kep.70-Bappeda/2015 tentang penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh di Kota Cirebon. Kemudian anggaran dari APBN, antara Rp10-13 Miliar.

Baca Juga:5 Suspect Dirawat di RSDGJ Kota Cirebon, 1 Positif CoronaMilad Ke-16, LDK Al-Kahfi Gelar Sejumlah Lomba

Ia menilai, sejauh ini masyarakat di 2 RW bersikap
responsif. Sebagaian besar menyadari, bahwa lokasinya akan dilakukan penataan.
Meskipun Khaerul sendiri mengakui, belum melakukan sosialisasi perihal rencana
tersebut kepada warga terdampak.

“Secara umum, kita pegang sesepuh atau ketua RW dengan
meminta saran dan pendapat agar kami tidak salah langkah. Tapi kami juga tidak
tinggal diam, mungkin dalam waktu dekat, kita akan turun untuk sosialisasi
(kepada warga terdampak, red),” kata Khaerul, kepada Radar Cirebon, Jumat (13/3).

Sosialisasi, kata dia, tidak hanya dilakukan dinas teknis
melainkan melibatkan sejumlah pihak. Mengingat penataan kawasan kumuh, dikelola
berdasarkan tim terpadu yang diketuai Sekretaris Daerah Kota Cirebon.

Disadari keputusan penataan akan menimbulkan pro dan kontra.
Bagi masyarakat terdampak, pihaknya akan melakukan pendekatan. Meskipun mereka,
kata Khaerul, telah nyata mendirikan bangunan di tanah illegal, dalam hal ini
milik pemerintah. Untuk itu, masyarakat terdampak akan mendapatkan uang ‘kerohiman’
dengan mempertimbangkan 4 faktor.

Pertama, adalah uang pembongkaran lapak atau rumah. Kedua,
uang pengganti tinggal selama 1 tahun. Dan ketiga, uang pengganti mata
pencarian. Serta ke empat, adalah uang pengangkut barang saat pembongkaran.

Penentuan besaran uang kerohiman, imbuh Khaerul, adalah hak
dari tim independent atau appraisal. Setelah besaran telah ditentukan, sebelum
dibayarkan terlebih dahulu akan dibuatkan SK Walikota. “Kemudian baru kami
bayarkan ke masyarakat,” imbuhnya.

0 Komentar