Pengangkatan Polmak Keraton Kasepuhan Tidak Bisa Diterima

gubernur-melayat-sultan-sepuh-cirebon
Gubernur Jawa Barat saat takziah ke Keraton Kasepuhan Cirebon. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Polemik perebutan kekuasaan kembali menyeruak di internal Keraton Kasepuhan. Keturunan Sultan Sepuh XI, Raharjo Djali melakukan ikrar sebagai polmak atau pejabat sementara sultan.
Namun demikian, nyatanya hal tersebut tidak berpengaruh terhadap situasi dan kondisi di Keraton kasepuhan. Demikian diungkapkan oleh Putera Mahkota PRA Luqman Zulkaedin, Jumat (7/8).
Ditegaskan dia, kendali kekuasaan keraton baik secara de jure maupun de facto masih berada di tangannya. “Tidak ada pengaruh apa-apa. Situasinya tetap aman kondusif,” katanya.
Ia melanjutkan, bahwa tindakan Rahardjo yang telah melakukan ikrar sebagai Polmak Keraton Kasepuhan tidak bisa diterima. Ia bahkan menyayangkan karena perbuatan Raharjo tersebut sudah dilakukan bahkan saat Sultan Sepuh XIV sedang mengalami sakit keras.
“Dengan melakukan hal tersebut disaat wargi keraton masih berduka tentunya sangat disayangkan. Terlebih sebelumnya, mereka melakukan penggembokan keraton dan memviralkanya itu sudah tidak bisa diterima,” lanjutnya.
Luqman menyebutkan, Keraton Kasepuhan Cirebon telah menjalankan adat dan tradisinya sejak ratusan tahun yang lalu. Termasuk hal pergantian/suksesi sultan. Di mana pengukuhannya disematkan kepada Putera Mahkota oleh sultan yang masih bertakhta.
“Dalam hal ini putera mahkota PRA Luqman Zulkaedin telah ditetapkan sebagai putera mahkota oleh Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon pada 30 Desember 2018,” ungkapnya saat dihubungi oleh Radar Cirebon.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, kata Luqman, dirinya memimpin beberapa adat dan tradisi. Hal tersebut, menunjukan bahwa wargi Keraton Kasepuhan masih menaruh kepercayaan terhadapnya.
Luqman membeberkan, tradisi pergantian kepemimpinan dalam Kesultanan Kasepuhan. Ketika sultan mangkat, secara otomatis penerus dan tanggung jawab kepemimpinan dilanjutkan kepada putera mahkota yang telah ditetapkan.
“Penobatan biasanya dilakukan setelah Sultan Sepuh sebelum mangkat. Tapi kepemimpinan, secara otomatis jatuh kepada putra mahkota. Penobatan hanya sebagai bentuk syukuran saja,” bebernya lagi.
Terkait dengan tindakan Rahardjo yang kembali mengusik kekuasaan Keraton Kasepuhan, dirinya mengembalikan kepada hukum. Sebelumnya, pihaknya telah melaporkan kepada pihak kepolisian.
Untuk kasus yang terakhir, pihaknya belum berencana untuk melaporkanya lagi. “Laporan yang dulu, saya kira sudah cukup,” pungkasnya. (awr)

0 Komentar