Rakor Covid-19 Sempat Tegang

Rakor Covid-19 Sempat Tegang
SEMPAT GADUH: Rapat koordinasi penanganan Covid-19 antara puskesmas dan rumah sakit di Majalengka sempat tegang karena miskomunikasi, Selasa (24/11). ONO CAHYONO/RADAR MAJALENGKA
0 Komentar

 
 
MAJALENGKA – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Majalengka menggelar rapat koordinasi (rakor) penanganan Covid-19 pasca meningkatnya kasus terkonfirmasi positif yang melonjak tajam selama sepekan terakhir ini, Selasa (24/11).
Dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh kepala puskesmas di Majalengka beserta dua perwakilan RSUD Cideres dan RSUD Majalengka serta satu RS swasta tersebut diwarnai ketegangan karena adu argumen.
Kegaduhan bermula saat rapat yang diadakan di aula Dinkes tersebut membahas soal pelayanan kesehatan rujukan di masa pandemi Covid-19.
Kepala Puskesmas Sindangwangi, Edi Kusnadi SKM menilai penanganan bagi para pasien yang dirujuk ke RSUD masih terjadi miskomunikasi. Pihaknya juga mempertanyakan terkait mekanisme pelayanan pasien rujukan dari setiap puskesmas yang kerap mendapatkan kendala bagi setiap puskesmas. Padahal sudah jelas jika kedatangan pasien itu harus segera mendapatkan tindakan pelayanan.
“Apalagi kalau membawa pasien reaktif maupun positif Covid. Kemudian pasien umum lainnya juga terkadang mengeluhkan karena harus menunggu lama. Koordinasi bersama pihak RSUD juga kadang belum memberikan jawaban kepastian terkait penempatan pasien,” kata Edi.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayanan dan Keperawatan RSUD Majalenghka, dr Hj Erni Harleni MARS mengklarifikasi terkait tuduhan kurangnya pelayanan maupun penanganan terutama terhadap pasien. Menurut dia ketika melakukan tindakan pemeriksaan pasien Covid-19, setiap tenaga kesehatan (nakes) juga harus terlebih dahulu dilindungi.
“Jangan sampai nakes sendiri justru konyol karena tidak melakukan antisipasi,”ujarnya.
Pihaknya juga sering memberikan informasi terkait penuhnya kamar isolasi. Itu ada aturan ketika ada beberapa terkonfirmasi sembuh maupun meninggal maka yang mengisi kekosongan itu dari pasien yang suspect.
“Jadi kalau ada yang sudah pulang karena meninggal dunia atau sampai sembuh, maka ruangan itu akan digunakan untuk pasien suspect. Petugas juga harus kita lindungi dulu. Karena kalau pegawai RS terpapar, nanti IGD tutup lagi dan justru sementara tidak menerima pelayanan,” tegasnya dokter yang juga menjabat Ketua IDI kabupaten Majalengka ini.
dr Hj Erni menambahkan, setelah ada ruangan kosong juga harus disemprot desinfektan yang membutuhkan waktu sekitar empat jam. Karenanya, dia berharap seluruh puskesmas harus saling menghargai dalam mencarikan solusi agar masyarakat lebih memahami protokol kesehatan.

0 Komentar