Sempat Ada Temuan BPK

gedung-baru-rsdgj
Gedung Instalasi Gawat Darurat RSDGJ. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Pembangunan gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) terpadu Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati telah rampung sejak akhir Maret 2020. Namun hingga kini belum dapat digunakan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dr Katibi mengatakan, gedung baru tersebut masih dalam proses pemeliharaan dari kontraktor sampai dengan akhir bulan September 2020. Secara umum, pembangunan IGD terpadu dari sisi pekerjaan, anggaran dan kegiatan sudah rampung. “Jadi 6 bulan terhitung mulai akhir Maret sampai akhir September 2020 adalah masa pemeliharaan,” kata Katibi, kepada Radar Cirebon, Minggu (26/7).
Disampaikan dia, pembangunan gedung IGD sdilakukan dengan tiga tahap pekerjaan. Pertama tahun 2017 dengan alokasi anggaran Rp18 miliar dengan tiga komponen yakni review detail engineering design (DED), konsultan pengawas dan konstruksi.
Tahap kedua digelar tahun 2018 dengan alokasi anggaran Rp11 miliar yang juga terdiri dari tiga komponen seperti DED, konsultan pengawas dan konstruksi. Dan tahap ketiga di tahun 2019 dengan alokasi anggaran Rp83 miliar, dengan peruntukan review DED, konsultan pengawas dan konstruksi.
Khusus tahap ketiga alokasi anggaran konstruksi diefisiensi, karena kontraktor mengajukan penawaran menjadi Rp79 miliar. Katibi menjelaskan, untuk kontraktor pengerjaan tahap ketiga ini adalah PT Karya Bersinar Indonesia. Sedangkan di tahap pertama dan kedua, oleh perusahaan berbeda. “Yang saya ingat kontraktor tahun ketiga yang kedua dan pertama saya kurang hafal,” kata Katibi.
Pria yang juga wakil direktur penunjang medis dan pendidikan ini menambahkan, dalam proses pembangunan sempat ada temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari adanya temuan itu, kontraktor diminta melakukan perbaikan, sebagai tindak lanjutnya.
Oleh karenanya, walaupun sudah selesai pengerjaannya, kontraktor mesti memperbaiki sesuai dengan rekomendasi BPK. Ditargetkan, mega proyek ini sudah selesai September dan gedung ini sudah bisa digunakan.
Anggaran Rp83 miliar yang ditawar menjadi Rp79 miliar itu di luar alat kesehatan seperti tempat tidur pasien, radiologi juga penunjang lainnya.
Sementara terkait kehadiran organisasi masyarakat dan perwakilan kontraktor yang mengancam akan mencopot material terpasang, Katibi menjelaskan itu di luar kewenangan rumah sakit.
Persoalan itu murni hubungan bisnis antara kontraktor dengan sub kontraktor. Katibi mengaku, manajemen rumah sakit baru tahu ada persoalan tersebut karena mencuat pada bulan Januari 2020. Kendati demikian, rumah sakit berupaya membantu mengkomunikasikan dengan pihak kontraktor.

0 Komentar