Pengamat Militer Universitas Padjadjaran, Muradi menyebut hal yang wajar bila anggota TNI dipecat karena LGBT. Sebab, sejak awal memang telah ada perjanjian tertulis bahwa prajurit harus memiliki keinginan seksual tunggal.
Dalam hal ini, laki-laki menyukai perempuan, dan perempuan menyukai laki-laki.
“Dari awal pendaftaran dari mulai tamtama, bintara sampai perwira ada cek soal seksualitas. Nah di situ juga ada perjanjian antara si calon personel, calon anggota ini dengan mabes TNI. Jadi, ketika mereka ternyata menyimpang, maka kemudian ya mereka harus ada konsekuensi. Bisa dipecat, karena dianggap apa, tidak taat pada perjanjian awal,” bebernya.
Ada dua kemungkinan seorang perwira TNI mengidap perilaku seksual LGBT. Bisa jadi, ketika dilakukan tes seleksi masuk perwira, penyeleksi tidak menelusuri lebih dalam terkait ketertarikan seksual calon perwira yang bersangkutan.
“Artinya dia memang ada gen gay, ada gen lesbian dan sebagainya tapi tidak tergali lebih dalam,” katanya.
Sebab lainnya karena pergaulan di lingkungan TNI yang membuatnya seperti itu. Bisa pula karena pernah melihat orang melakukan LGBT kemudian ada ketertarikan, sehingga mengikuti kelompok tersebut.
“Jadi dua hal itu kemungkinan terjadi. Saya kira itu bagian dari situasi yang tidak bisa mereka tolak. Jadi, ketika mereka seksnya agak berbeda, maka dia akan mencari orang-orang yang mirip atau sama. Makanya mereka kemudian punya komunitas (LGBT),” katanya.
Sementara, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, meminta Polri transparan dalam mengungkap kasus LGBT yang melibatkan perwira tinggi berpangkat Brigadir Jenderal. Seperti yang dilakukan TNI.
“Berkaitan dengan itu, Polri juga harus segera membuka kasus kasus LGBT di institusinya. Terutama mengenai Brigjen E yang sempat ditahan Propam Polri beberapa waktu lalu,” katanya.
Polri harus transparan dalam menjelaskan indikasi LGBT di institusinya. Termasuk kebenaran Brigjen E yang sudah dilakukan penahanan oleh Propam berkaitan kasus LGBT. Pada awal masa kepemimpinan Kapolri Idham Azis, institusi ini pernah menahan belasan polisi yang diduga LGBT di Propam Polri. “Sayangnya kelanjutan kasusnya menjadi misteri, karena tidak ada kelanjutan yang transparan,” katanya.