Aparatur Sipil Negara dan Keugaharian

ASN
Ilustrasi ASN. Foto: Istimewa/radarcirebon.id
0 Komentar

Oleh: Syarifuddin*

SECUIL FAKTA PENDAHULU

MANTAN Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono (PB) ditangkap atas kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Sumatera Utara. Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp1,1 triliun.

Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung, Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap penanganan kasasi Ronald Tannur. Penyidik Kejagung menemukan uang tunai senilai hampir Rp1 triliun dan emas batangan seberat 51 kilogram di rumah Zarof yang diklaim didapatkan dari bermain perkara di Mahkamah Agung selama 10 tahun.

Kedua kasus ini bukan hanya angka dan nama yang tercatat dalam berkas penyidikan. Mereka adalah refleksi atas sesuatu yang lebih besar dan lebih sistemik. Sebuah pengingat tentang kelamnya sisi keugaharian yang semakin pudar di kalangan aparatur negara. Lebih dari sekadar sebuah pelanggaran hukum, ini adalah sebuah ironi besar tentang apa yang telah terjadi pada moralitas ASN kita.

KEUGAHARIAN YANG LURUH

Baca Juga:Partai Golkar Umumkan 5 Calon Ketua DPRD Indramayu, H Muhaemin Masuk BursaSoal Perbaikan Jalan Rusak, Ketua Komisi III DPRD Cirebon: Bukan hanya Omon-Omon

Keugaharian adalah nilai yang mestinya tidak terpisahkan dari seorang aparatur sipil negara. Keugaharian bukan hanya sekadar gaya hidup sederhana yang bisa disesuaikan dengan selera, tetapi sebuah prinsip yang mengakar dalam sistem nilai bangsa.

Keugaharian adalah cermin dari karakter yang merendah, yang tahu diri, dan (idealnya) yang tidak terjebak pada kefanaan hasrat duniawi. Namun, realitas menunjukkan sebaliknya. Saat ini, keugaharian justru menjadi barang langka yang eksistensinya sulit ditemukan.

Apabila kehidupan pejabat justru tidak menonjolkan pelaksanaan tugas yang amanah dan malah lebih menonjolkan kemewahan hidup, maka ada yang salah di sana. Dipertontonkannya mobil mewah, rumah megah, pernikahan yang luar biasa, atau liburan ke luar negeri pada media sosial, tidak dapat dipungkiri, memberikan gambaran yang keliru tentang esensi jabatan publik itu sendiri.

Di zaman dahulu, dalam tradisi budaya kita, ada konsep “prasojo” yang mengajarkan hidup sederhana, apa adanya, tanpa pamer. Prasojo ini bukan hanya soal penampilan, tapi juga soal tindakan. Sebagai ASN, kita dihormati bukan karena kekayaan yang kita miliki, tetapi karena bagaimana kita menjalankan tugas dan fungsi kita dengan penuh integritas.

0 Komentar