Ketua Dewan Pakar Pertanian Kritisi Praktik Sewa Lahan dan Distribusi Pupuk Bersubsidi di Cirebon

Ketua Dewan Pakar Pertanian Kabupaten Cirebon, Usman Efendi
KECEWA: Ketua Dewan Pakar Pertanian Kabupaten Cirebon, Usman Efendi mengkritik sikap pemerintah daerah terkait mekanisme sewa lahan dan distribusi pupuk, kemarin. FOTO : SAMSUL HUDA/RADAR CIREBON
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Petani di Kabupaten Cirebon dirundung gelisah. Salah satunya terkait mekanisme sewa lahan pertanian milik Pemerintah Kabupaten Cirebon tidak jelas.

Termasuk, ancaman keterlambatan distribusi pupuk bersubsidi yang dapat mengganggu musim tanam pertama (MT I).

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar Pertanian Kabupaten Cirebon, Usman Efendi, kepada Radar Cirebon.

Baca Juga:Pekan Depan, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk – Cisanggarung Ukur Sedimentasi Daihatsu End Year Festival 2025, Beli Mobil Berhadiah Mobil

Menurutnya, salah satu praktik sewa-menyewa lahan pertanian aset pemda di Wilayah Kecamatan Susukan misalnya, sudah berlangsung lama, namun tidak disertai dengan mekanisme yang transparan. Ia menilai ada indikasi keterlibatan oknum dalam prosesnya.

“Mekanisme sewa lahan tidak jelas karena diduga ada oknum yang langsung mendatangi para petani. Tidak ada kejelasan siapa yang berhak mengelola dan bagaimana prosedurnya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, lahan seluas sekitar 10 hektare di wilayah Susukan merupakan aset Pemkab Cirebon. Namun, setiap tahun data terkait luas lahan dan target pendapatan se-Kabupaten Cirebon sewa selalu berubah.

Tahun 2024, Dinas Pertanian menargetkan pendapatan sewa sebesar Rp850 juta, sementara pada 2025 naik menjadi Rp1,1 miliar. Ironisnya, informasi soal luas lahan yang disewakan justru makin menyusut.

“Dulu luasnya tercatat 217 hektare, turun menjadi 214 hektare, dan sekarang tinggal sekitar 170 hektare. Harga sewanya rata-rata Rp10 juta per hektare per tahun,” jelasnya.

Usman menduga, ada potensi kebocoran pendapatan daerah akibat lahan yang dikuasai oknum tidak disetorkan ke pemerintah daerah.

“Diperkirakan sekitar 30 hektare lahan dikuasai oknum. Jika dihitung, potensi pendapatan yang hilang bisa mencapai Rp300 juta per tahun,” katanya.

Baca Juga:Wacana Penyamaan Waiting List Haji, Kabupaten Cirebon Berpotensi Tunggu Lebih LamaSudah Inkrah, Kejari Cirebon Musnahkan Barang Bukti Perkara Pidana

Ia menegaskan, ketidakjelasan data dan indikasi penyalahgunaan aset daerah tersebut menandakan lemahnya pengawasan.

Pemerintah, kata Usman, perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh dan membuka data pengelolaan sewa lahan secara transparan dan akuntabel.

Selain soal sewa lahan, Usman juga menyoroti potensi keterlambatan distribusi pupuk bersubsidi di sejumlah wilayah, terutama di Kecamatan Talun.

Menurutnya, perubahan skema musim tanam (MT) dari MT2 ke MT3 menyebabkan banyak petani mengajukan biaya tambahan ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dinas Pertanian.

“Aturan musim tanam pertama (MT1) baru keluar Januari, padahal petani sudah membutuhkan pupuk urea sejak November. Kalau pupuk ditabur setelah 40 hari, hasilnya pasti kurang maksimal,” paparnya.

0 Komentar