Pekan Depan, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk – Cisanggarung Ukur Sedimentasi 

pedagang di sungai sukalila
PKL SUKALILA: BBWS menargetkan pekerjaan fisik dimulai pada Januari 2026, setelah kawasan sekitar sungai dinyatakan steril dari aktivitas pedagang kaki lima (PKL). FOTO: ADE GUSTIANA/RADAR CIREBON
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Proyek normalisasi Sungai Sukalila terus berlanjut. Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk–Cisanggarung menyiapkan konsep baru untuk wajah sungai legendaris di jantung Kota Cirebon itu: “River Garden”, sebuah taman tepi air yang menggabungkan fungsi ekologis dan estetika.

Konsep ini menghadirkan ruang hijau sekaligus pembatas alami antara sungai dan jalan.

Diharapkan, Sungai Sukalila nantinya menjadi ruang publik yang bersih, sehat, dan indah tempat warga bisa menikmati udara segar tanpa terganggu tumpukan lapak di bantaran sungai.

Baca Juga:Pemkab dan Polresta Cirebon Bersinergi Tanam Jagung untuk Perkuat Ketahanan PanganPLN Berikan Bantuan Pendidikan untuk PAUD 

BBWS menargetkan pekerjaan fisik dimulai pada Januari 2026, setelah kawasan sekitar sungai dinyatakan steril dari aktivitas pedagang kaki lima (PKL).

Namun, tahap persiapan teknis akan dilakukan lebih awal.

“Minggu depan tim kami turun ke lapangan untuk mengukur kedalaman sungai dan memeriksa tingkat sedimentasi,” ujar Kepala BBWS Cimanuk–Cisanggarung, Dwi Agus Kuncoro, di kantornya, Jalan Pemuda, Kota Cirebon, Rabu (8/10/2025).

Menurut Agus, Sungai Sukalila akan dibagi menjadi tiga segmen: hulu, tengah, dan hilir.

Dari tiap segmen, petugas akan mengambil sampel lumpur untuk diuji di laboratorium. Tujuannya, memastikan kandungan material sedimen, apakah aman atau mengandung bahan berbahaya.

Apabila hasil uji menunjukkan aman, lumpur hasil pengerukan bisa dimanfaatkan kembali, misalnya untuk urugan di kawasan pantai.

Namun jika mengandung bahan berbahaya, akan dikoordinasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar dibuang ke lokasi yang sesuai dengan standar keselamatan lingkungan.

“Setiap langkah akan mengikuti standar lingkungan yang ketat. Proses pengambilan lumpur dilakukan dengan hati-hati, dimasukkan ke karung, lalu diuji di laboratorium,” jelasnya.

Baca Juga:77 Pembina Pramuka Ikuti Kursus Mahir Tingkat Dasar Masyarakat Putridalem Gelar Sedekah Bumi

Berbeda dengan sungai di kawasan pedesaan, material sedimentasi di wilayah perkotaan tidak bisa digunakan sebagai tanggul, sehingga seluruh hasil pengerukan di Sukalila harus dibuang ke luar area kota.

Dwi menegaskan, proyek normalisasi ini tidak semata soal pengerukan teknis, melainkan bagian dari penataan wajah kota.

“Normalisasi bukan sekadar mengeruk lumpur, tetapi mengembalikan fungsi sungai sebagai ruang publik yang sehat,” ujarnya.

0 Komentar