Anarkis Tuntut Transparansi Anggaran Covid-19

Anarkis Tuntut Transparansi Anggaran Covid-19
DESAK TRANSPARANSI: Jurnalis yang tergabung dalam Anarkis mendesak Pemkab Kuningan transparan soal anggaran Covid-19, kemarin. FOTO: AGUS PANTHER/RADAR KUNINGAN
0 Komentar

KUNINGAN – Puluhan jurnalis baik media cetak, elektronik maupun media online yang menamakan diri Aliansi Wartawan Kuningan Bersatu (Anarkis) menyambangi kantor Setda Pemkab Kuningan, Selasa (9/6). Aksi ini dikemas dengan bentuk audiensi terkait desakan transparansi penyerapan anggaran Covid-19 bersama pihak eksekutif. Selain soal transparansi penggunaan anggaran Covid-19, hal lain yang disinggung yakni keadilan pemberian sanksi pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebab sanksi yang diberikan terkesan tebang pilih, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial di lapisan masyarakat.
Kedatangan puluhan wartawan itu diterima langsung Bupati H Acep Purnama. Juga hadir Sekda Dr H Dian Rachmat Yanuar MSi, Kepala BPKAD Dr Asep Taufik Rohman MSi MPd, Kepala Diskominfo Drs Teddy Suminar MSi, Kepala Dinas Kesehatan dr Hj Susi Lusiyanti dan Kepala BPBD Agus Mauludin serta unsur pejabat terkait yang lain.
“Kami sengaja melakukan audiensi atau dialog dengan Pak Bupati H Acep Purnama beserta jajaran, terkait berbagai permasalahan transparansi yang perlu diketahui masyarakat umum,” kata Koordinator Anarkis sekaligus menjabat Ketua PWI Kuningan Iyan Irwandi.
Iyan menyatakan, permasalahan yang menjadi sorotan adalah terkait penggunaan dan pengalokasikan dana percepatan penanganan Covid-19. Sebab, nominal yang dianggarkan menyentuh angka Rp72 miliar, hal itu belum diinformasikan secara terbuka kepada masyarakat umum sehingga mengundang berbagai pertanyaan dan prasangka negatif.
“Kita juga pertanyakan ketegasan dalam pemberian sanksi terhadap pelanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang terkesan tebang pilih sehingga menimbulkan kecemburuan sosial. Sebab ketika masyarakat tidak mengenakan masker, langsung dijatuhi sanksi push up di depan umum, menyelenggarakan pesta pernikahan dibubarkan dan sebagainya,” bebernya.
Namun ironisnya, lanjut Iyan, ada peristiwa sejumlah birokrat yang terlihat pada sebuah acara ulang tahun. Termasuk acara pelepasan pejabat kecamatan yang menimbulkan kerumunan massa, namun seolah-olah ada pembiaran.
“Selain itu, dipertanyakan pula soal ketransparansian anggaran media massa. Sekaligus evaluasi terhadap kinerja Diskominfo, terutama dalam melaksanakan peran humas sebagai corongnya pemerintah daerah yang dinilai kurang maksimal,” tegas Iyan. (ags)

0 Komentar