Bangkit dari Takdir Buruk, Jadi Atlet Kelas Dunia Hingga Miliki GOR Badminton

Bangkit dari Takdir Buruk, Jadi Atlet Kelas Dunia Hingga Miliki GOR Badminton
PRESTASI: Dheva Anrimusthi menunjukkan sejumlah medali emas yang diraihnya pada Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016 dan event lainnya. FOTO: M TAUFIK/RADAR KUNINGAN
0 Komentar

Di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Pepatah ini dibuktikan oleh seorang pemuda berkebutuhan khusus asal Kelurahan Purwawinangun, Kecamatan Kuningan, Dheva Anrimusti, yang berhasil mencatatkan diri sebagai ranking satu dunia parabadminton.
M TAUFIK, Kuningan
Prestasi membanggakan tersebut diraih Dheva pada tahun 2019. Ini diraih Dheva setelah berhasil meraih sejumlah kejuaraan badminton tidak hanya di tingkat nasional namun juga dunia. Bahkan, kini Dheva pun tengah bersiap untuk mewakili Indonesia mengikuti event dunia Paralympic atau Olimpiade untuk penyandang disabilitas  di Tokyo, Jepang, tahun 2021 mendatang.
“Seharusnya tahun ini ikut ASEAN Paragames di Filipina, namun karena ada pandemi Covid-19 jadi dibatalkan. Sekarang saya sedang fokus latihan di kampung halaman untuk persiapan Paralympic di Tokyo tahun depan,” tutur Dheva kepada Radar saat latihan di GOR miliknya akhir pekan lalu.
Dheva menuturkan lika liku perjalanannya menjadi atlet badminton yang telah mengharumkan bangsa terutama tanah kelahirannya Kabupaten Kuningan. Berawal dari sekadar mengikuti hobi ayahnya bermain bulu tangkis saat masih berusia 8 tahun. Berlanjut masuk klub bulu tangkis Chanda Wijaya Internasional Badminton Center di Jakarta. Hingga akhirnya mimpinya sempat hancur setelah mengalami kecelakaan saat masih duduk di bangkus SMP kelas 3.
“Awalnya hanya dilatih ayah di rumah, kemudian saya dimasukkan klub bulu tangkis di Kuningan sampai lulus SD. Saat itu ayah mungkin melihat minat saya terhadap bulu tangkis cukup tinggi, kemudian memasukkan saya ke klub bulu tangkis asuhan Chanda Winata di Jakarta sambil melanjutkan SMP,” ungkap Dheva.
Putra sulung pasangan Aan Suparman dan Rita Rusliani tersebut, mendapat takdir buruk. Saat musim liburan sekolah kelas 3 SMP, Dheva mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan tangan kanannya tidak berfungsi normal seperti sedia kala. Dheva pun sempat mengalami keterpurukan mental atas kecacatan yang dialaminya hingga beberapa bulan lamanya. Namun berkat motivasi dan dukungan kuat orang tua, membuat Dheva akhirnya bangkit dan bersedia kembali berlatih bulu tangkis di Bandung.
“Tangan saya tidak bisa lurus dan kalau ditekuk tidak bisa maksimal seperti orang normal. Saya sempat down dan tidak mau latihan lagi. Kemudian orang tua saya terus memberi motivasi, akhirnya saya mau berlatih lagi dan ikut klub SGS PLN Bandung,” ujarnya.

0 Komentar