Bonus Demografi Bisa Menjadi Malapetaka Jika Usia Produktif Tidak Produktif, Faktanya Lebih Dari 25 Persen Pemuda Menganggur

seminar tentang bonus demografi
BONUS DEMOGRAFi: Para stakeholder dalam seminar dengan tema Antisipasi Capaian Outcome pada Bonus Demografi yang diselenggarakan oleh Badan Pengurus Pusat Observasi Kesehatan Indonesia di Universitas Yarsi baru-baru ini. foto: Mesya/jpnn.com
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Wendy Hartanto, mengungkapkan temuan menarik tentang bonus demografi. Berdasarkan analisis proyeksi penduduk dalam kurun waktu 30-40 tahun ke depan, Wendy mengungkapkan peluang bonus demografi bagi Indonesia.

Namun, dia juga menyoroti penurunan jumlah anak-anak di sejumlah provinsi, yang mengakibatkan penurunan populasi. Hal ini mengakibatkan penurunan angkatan kerja produktif dan peningkatan jumlah lansia, yang kemudian menjadi beban bagi negara. “Jadi, hilanglah bonus demografi itu dan justru ketergantungan makin tinggi,” kata Wendy.

Dalam sebuah seminar dengan tema Antisipasi Capaian Outcome pada Bonus Demografi yang diselenggarakan oleh Badan Pengurus Pusat Observasi Kesehatan Indonesia di Universitas Yarsi baru-baru ini, Wendy menjelaskan bahwa untuk mencapai bonus demografi, perhatian khusus harus diberikan pada pemuda.

Baca Juga:Evaluasi Regulasi PPDB 2023, Ada Sekolah Setiap Tahun Kuota Tidak TerpenuhiHARUS Disipilin Satlinmas Siap Jaga Kondusivitas Pilkades 2023

Jumlah lansia makin banyak dan mengompensasi menurunnya usia 0-18 tahun. Oleh karena itu, Indonesia perlu memberikan perhatian kepada para pemuda karena bonus demografi itu tercapai kalau pemudanya produktif

Namun, data menunjukkan bahwa banyak pemuda menganggur, tidak bersekolah, dan tidak mendapatkan pelatihan. Hal ini dianggap berbahaya, terutama karena lebih dari 25 persen dari total pemuda usia 16-30 tahun menghadapi kondisi tersebut.

Prof dr Fasli Jalal PhD, Rektor Universitas Yarsi, menanggapi temuan tersebut dengan menyatakan bahwa bonus demografi sebenarnya bisa menjadi malapetaka jika usia produktif tidak produktif, terutama karena masalah kesehatan seperti stunting yang mempengaruhi produktivitas. Fasli juga menyampaikan bahwa banyak negara menghadapi kejatuhan akibat tingginya tingkat pengangguran. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilakukan.

Sebagai solusi, Prof Fasli menekankan pentingnya persiapan sejak fase remaja sampai masa kehamilan. Dalam periode ini, calon pengantin dan ibu hamil harus diberikan perhatian yang memadai, seperti asupan zat besi yang cukup untuk mencegah kekurangan zat besi.

Prof Fasli juga menjelaskan bahwa intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan sangat penting, karena masalah gizi yang tidak teratasi dapat menyebabkan stunting. Penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi dengan melakukan intervensi yang telah ada, seperti melalui program-program kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan pelatihan.

0 Komentar