THR dan Gaji-13 PNS Terganjal

dextro-n-trihex
Barang bukti yang diamankan Satres Narkoba Polresta Cirebon. FOTO: IST
0 Komentar

JAKARTA- Defisit atau tekor anggaran pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 diprediksi menembus angka Rp853 triliun (5,07 persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) akibat wabah virus corona (Covid-19).
Prediksi tersebut didasarkan pada penerimaan negara pada tahun ini yang diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp1.760,9 triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp2.233,2 triliun.
Dampak defisit pun memberikan kekhawatiran, apakah pemerintah mampu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) maupun gaji-13 bagi para PNS. Jika THR dan gaji-13 ditiadakan, kondisi ini akibat penurunan penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan mengalami kontraksi hingga 5,4 persen. Angka ini muncul karena munculnya perang harga minyak dan pemberian insentif bagi dunia usaha yang terdampak pandemi Covid-19.
“Untuk angka defisit diperkirakan 5,07 persen dari PDB atau meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI secara daring di Jakarta, Senin (6/4).
Atas kondisi ini pemerintah pun akan mengkaji kembali pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS dalam rangka menghemat belanja negara akibat wabah virus corona. “Presiden meminta kami membuat kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu untuk dipertimbangkan lagi mengingat beban belanja negara yang meningkat,” terang Sri Mulyani.
Pertimbangan itu dibutuhkan karena penerimaan diprediksikan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp1.760,9 triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp2.233,2 triliun. Penerimaan negara turun di antaranya karena pemerintah menggelontorkan berbagai stimulus untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. “Bapak Presiden dan sidang kabinet masih akan melaksanakan beberapa langkah-langkah seperti tambahan bantuan sosial atau penghematan belanja,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, belanja negara meningkat hingga Rp2.613,8 triliun dari sebelumnya Rp2.504,4 triliun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kesiapan pada sektor kesehatan dan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19. “Juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak dan tambahan relaksasi,” lanjut Sri Mulyani.
Dia menyatakan dengan perkiraan belanja negara yang melebihi postur APBN 2020 maka untuk defisit diproyeksikan sebesar 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun pada tahun ini. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menghemat belanja negara sesuai Inpres Nomor 4 Tahun 2020 yang meminta kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan realokasi anggaran. “Ini masih di dalam proses untuk terus kami melakukan penyempurnaan. Bapak presiden menyampaikan instruksi untuk meningkatkan belanja kesehatan dan bansos serta mendukung dunia usaha,” kata Sri Mulyani.

0 Komentar