RADARCIREBON.ID– Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mengkaji secara cermat jumlah penempatan personel TNI dalam pengamanan kantor-kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Kajian ini bertujuan menyesuaikan kebutuhan pengamanan di masing-masing satuan kerja (satker) berdasarkan situasi dan potensi ancaman yang ada.
Penempatan pengamanan TNI di kantor Kejaksaan berdasarkan Surat Telegram dari Markas Besar TNI AD (Mabesad) bernomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menjelaskan, bahwa upaya ini masih dalam tahap perumusan. Ia menyatakan, pihaknya masih mengkaji berapa jumlah personel TNI yang akan ditempatkan pada setiap kantor Kejati dan Kejari.
Baca Juga:Selama Sepuluh Hari di Operasi Lodaya, Polda Jabar Bekuk 504 PremanLima Pejabat JPT Pemkab Kuningan Ikuti Uji Kompetensi untuk Jabatan Inspektur
“Nah, itu yang akan dirumuskan, karena biasanya lebih bersifat situasional. Nah mungkin ke depan ini bisa lebih permanen,” kata Harli di kantor Kejagung, Jakarta.
Meski menuai kritik, Kejaksaan tidak serta-merta menerapkan standar jumlah personel yang sama di setiap daerah. Penempatan personel TNI akan mempertimbangkan faktor kebutuhan, anggaran, serta karakteristik wilayah kerja.
“Jadi itu yang sedang dirumuskan sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan anggaran, seperti apa,” ucapnya.
Ia menambahkan, ketentuan sementara dalam surat telegram yang menyebut angka tertentu seperti 10 atau 30 personel di masing-masing kejaksaan bukanlah angka baku.
“Mungkin saja tidak sama satu satker dengan satker yang lain, misalnya Kejati A dengan Kejati B. Walaupun di telegram itu sudah disebutkan 30 orang, 10 orang, tapi nanti akan disesuaikan,” jelas Harli.
Ia menegaskan, Kejagung juga akan melakukan analisis kebutuhan yang berkembang di lapangan. “Apakah memang misalnya satu kejaksaan tinggi harus butuh 30 orang atau cukup sekian orang. Nah itulah analisis kebutuhannya akan terus berkembang di lapangan,” tegasnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan mendesak Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menarik surat perintah yang berisi pengerahan pasukan TNI ke kejaksaan tinggi (kejati) dan kejaksaan negeri (kejari) di seluruh Indonesia.
Baca Juga:2 Mobil Damkar Diterjunkan saat Rumah Dinas PN Kuningan KebakaranSoroti Aktivitas Medsos Pejabat Kuningan: Jangan Hanya Pamer, Respons Warga Juga Penting!
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menyampaikan, pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan munculnya surat telegram itu.