RADARCIREBON.ID- Di tengah tekanan sanksi perdagangan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, India mengambil langkah berbeda. Bukannya melunak, New Delhi justru mengabaikan ancaman tarif dan mempererat hubungan dengan Beijing, China.
Pendekatan ini menegaskan orientasi kebijakan luar negeri India yang kian otonom dan berimbang, sekaligus mengirim sinyal bahwa Washington bukan satu-satunya poros yang menentukan ruang gerak ekonomi dan diplomasi India.
Sebagai bagian dari langkah tersebut, Perdana Menteri Narendra Modi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Shanghai Cooperation Organisation (SCO) di Tianjin pada 31 Agustus 2025. Agenda pertemuan disertai kesepakatan-kesepakatan praktis: pemulihan penerbangan langsung, normalisasi perdagangan lintas perbatasan, hingga percepatan kolaborasi teknologi. Paket kebijakan ini dipandang sebagai upaya memulihkan kanal ekonomi riil sekaligus memperluas pilihan strategis India di tengah rivalitas kekuatan besar.
Baca Juga:Imbas Demo, Semua Data Hilang, DPRD Kabupaten Cirebon LumpuhPrihatin, ASN Pemkot Cirebon Masuk Penjara Lagi
Manuver India datang hanya beberapa pekan setelah Gedung Putih mengumumkan tarif baru. Pada 7 Agustus 2025, Trump menetapkan bea masuk 25 persen atas seluruh impor dari India, lalu menambahkan lagi 25 persen sebagai “hukuman” atas pembelian minyak Rusia—total 50 persen—yang efektif berlaku 27 Agustus 2025.
Menurut laporan The New York Times dan Al Jazeera, kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menekan Rusia menghentikan perang di Ukraina. Namun, India dipandang sebagai sasaran utama mengingat proporsi impor minyak dari Rusia melonjak dari kurang dari 1 persen menjadi lebih dari 40 persen sejak 2022.
New Delhi mengecam tarif itu sebagai kebijakan “tidak adil dan tidak beralasan.” Kementerian Luar Negeri India menegaskan, pembelian minyak Rusia dilakukan untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga global—selaras dengan kerangka price cap yang justru dipromosikan AS dan negara-negara G7. Dengan kata lain, India menyatakan kebijakan energinya pragmatis dan pro-stabilitas, bukan bentuk pembangkangan geopolitik.
Menteri Luar Negeri India S Jaishankar menegaskan bahwa India tidak akan membiarkan kebijakan energi nasionalnya didikte oleh tekanan asing. Bahkan ia pada 18 Agustus 2025 lalu, melakukan pembicaraan penting dengan Menlu Tiongkok Wang Yi di India.
Di tengah ketegangan dengan AS, India justru mempercepat normalisasi hubungan dengan China, yang sempat memburuk akibat bentrokan perbatasan mematikan di Lembah Galwan pada 2020.