Mewaspadai Orientasi Berhaji

haji 2025
Ilustrasi haji 2025. Foto: Istimewa.
0 Komentar

Sedangkan bagi yang berhaji atas dasar keimanan dan keikhlasan semata karena Allah, tidak berbuat rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh), tidak berbuat fusuq (pelanggaran terhadap ajaran agama Allah), dan tidak melakukan jidal (berbantah-bantahan) selama berhaji (QS Al-Baqarah [2]: 197), niscaya meraih haji mabrur yang balasannya surga (HR Bukhari dan Muslim).

Selain itu, harta yang dikeluarkan untuk berhaji diberi pahala yang sama dengan pahala pembiayaan di jalan Allah (HR Ahmad dan Tirmidzi), bagi jamaah haji yang meninggal dunia di dalam perjalanan ibadah haji sama dengan mati syahid (HR Muslim), mendapatkan pahala jihad (HR Bukhari), dan diampuni dosanya (HR Bukhari dan Muslim).

Karena itu, calon jamaah haji hendaknya selalu menjaga kesucian orientasi dalam menunaikan ibadah haji. Sehingga meraih haji yang mabrur. Tidaklah mudah meraih predikat mabrur. Meski predikat mabrur telah digapai tidak otomatis akan selalu melekat sepanjang hayat dalam diri sang haji dan hajjah.

Baca Juga:Ruben Amorim Siap Cuci Gudang, Rombak Pemain Manchester United di Bursa TransferPuluhan Tim Bersaing di Global Futsal League Tahun 2025

Sepulang dari Tanah Suci jamaah haji hendaknya senantiasa berupaya menjaga kemabruran haji. Kementerian Agama RI telah menerbitkan buku Panduan Pelestarian Haji Mabrur yang dibagikan kepada jamaah haji. Di dalamnya menyebutkan tiga aspek upaya dalam pelestarian kemabruran haji.

Pertama, aspek kepribadian. Setiap jamaah haji hendaknya terus berupaya melestarikan amalan-amalan yang telah dilaksanakan selama di Tanah Suci, seperti shalat tepat waktu, melaksanakan ibadah-ibadah sunat, berhias dengan sifat-sifat terpuji, cepat melakukan taubat apabila telanjur melakukan kesalahan, dan ibadah-ibadah lainnya.

Kedua, aspek ubudiyah. Setiap jamaah haji hendaknya terus berupaya untuk meningkatkan kualitas ibadah shalat, puasa sunah, tilawah Alquran, kepedulian terhadap orang lemah ekonomi melalui zakat, infak, dan sedekah, dan lain sebagainya.

Ketiga, aspek sosial. Setiap jamaah haji harus membiasakan diri shalat berjamaah, menyantuni anak yatim, menjenguk orang sakit dan meninggal dunia, kerja bakti dan tolong-menolong, serta mendamaikan orang yang berselisih.

Intinya adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hassan al-Mussyath bahwa, “Tanda-tanda kemabruran haji seseorang apabila mampu membentuk kepribadiannya setelah melaksanakan ibadah haji berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan tidak lagi mengulang maksiat.”

0 Komentar