Ia juga mendapatkan fasilitas dari penyewa, berupa dua kursi bersama satu meja dan etalase jualan. Fasilitas lainya, ada wastafel yang sudah ada airnya untuk cuci piring, dan juga fasilitas listrik.
Akan tetapi kabel dan lampu pasang sendiri. “Untuk listrik, kebersihan sampah, dan keamanan per bulan Rp200 ribu. Kami tak keberatan karena peruntukannya yang jelas. Listrik kan buat kipas dan ngecas. Jadi pelanggan bisa ngecas HP di sini. Dengan iuran itu, sampah juga bersih. Wajar kalau segitu buat pengurus. Kita juga aman,” ujarnya.
Untuk mereka yang ingin berjualan di selter, harus mencari kios yang kosong atau tidak ada yang jualan. Mereka bisa langsung ke pemilik kios atau bisa juga ke pengurus.
Baca Juga:Ini Jadwal Kunjungan KDM ke Indramayu, Ada Agenda Festival Layanan Publik dan Hiburan Khas Jawa BaratPakai Skema Pendanaan Penuh, Simak Program Beasiswa untuk Mahasiswa Hasil Kolaborasi Kemenag, Baznas, dan LAZ
Pemilik kios yang dimaksud adalah orang atau pedagang yang mendapat jatah saat adanya relokasi dulu.
“Kios di selter ini sejarahnya waktu ada PON. Pedagang yang di pinggir jalan pindah ke sini. Kita dapat jatah, boleh jualan tapi tidak memiliki. Nah, kalau mau sewa sekarang, ke yang dulu menempati kios. Sewanya Rp 200 ribu,” kata R.
Tetapi sewa ke pengurus pun tetaplah sama. Yakni Rp200 ribu per bulan. Sehingga, bagi mereka yang ingin buka usaha dagang di Selter Kawasan Stadion Bima, lebih baik untuk sewa ke pengurus, agar bisa langsung membayar sewa sekaligus uang listrik, keamanan, dan sampah.
Lantas siapa pengurus lapak yang di selter tersebut? R menyebut seseorang yang berdinas pada sebuah instansi. R juga mengatakaj para pedagang lebih nyaman dan aman karena pengurus yang dimaksud itu berdinas pada instansi tertentu.
Dari pantauan Radar Cirebon, mereka yang mengunjungi warung, baik di selter maupun di luar selter, pada umumnya anak muda. Yaitu mahasiswa atau anak sekolah. (ade/cep)