RADARCIREBON.ID – Kawasan Stadion Bima (KSB) Kota Cirebon yang seyogyanya sebagai ruang terbuka dan pusat rekreasi, beralihfungsi jadi habitat pedagang yang dilegalkan oknum tertentu.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan berjualan. Tapi, keberadaan pedagang kerap dimanfaatkan. Alasan kebersihan hingga keamanan. Sewa hingga jual/beli bangunan ilegal.
Sejak pintu masuk dari Jalan Brigjen Dharsono hingga keluar arah Kampus Untag, bangunan semi permanen kian menjamur. Walikota Cirebon Effendi Edo sempat tercitra “galak” mengembalikan fungsi Kawasan Stadion Bima.
Baca Juga:Kisah Inspiratif Dr Hermanto SH MH Advokat dari Cirebon: Pernah Putus Sekolah hingga Jadi Tukang SapuPemkot Cirebon Belum Punya Konsep Menata Kawasan Stadion Bima
Effendi Edo tak mentolerir Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar. Satpol PP dikerahkan. Eksekusi dan pengawasan di lapangan nyaris tanpa kendala.
Tapi untuk persoalan bangunan semi permanen hingga permanen untuk berbisnis, sepertinya walikota dan pasukannya belum melakukan penertiban.
Parkir kendaraan tak kalah semerawut. Terlebih saat Minggu, dari jalan utama ke area dalam sekitar Patung Bima, dikenakan tarif oleh mereka yang entah mewakili siapa. Juga tak jelas aliran dananya.
Radar Cirebon melakukan liputan undercover selama beberapa waktu belakangan ini. Berbincang dengan pedagang, sebagai orang yang ingin sewa/beli lapak di Kawasan Stadion Bima. Benar saja, kios atau lapak itu telah menjadi ladang bisnis. Milik perorangan, yang kemudian disewakan. Bahkan diperjual-belikan. Telah bertahun-tahun. Terkesan ada pembiaran.
Salah seorang pedagang menyarankan untuk sewa dibanding membeli lapak. Karena ia juga sadar bahwa selama ini menempati jalur hijau yang ilegal. “Kalau sewa, sebulan saja dulu biar aman. Soalnya kita gak tahu, ini bukan tanah pribadi. Ini kan jalur hijau sebenarnya, cuma banyak oknum saja,” kata pedagang tersebut saat diwawancara Radar Cirebon pada Kamis (8/5/2025).
Agar jika suatu saat ada masalah seperti penggusuran atau jualan sepi, kata pedagang itu, bisa berpindah sewaktu-waktu. Tidak begitu rugi, dibanding sekaligus membeli lapak dengan nominal jutaan rupiah. Pedagang yang telah berjualan selama 3 tahun itu menyewa lapak sebesar Rp700 ribu per bulan untuk luas sekitar 3×3 meter. Belum termasuk biaya bulanan untuk listrik dan air.