Penyadapan Getah Pinus Menuai Konflik, Pegiat Lingkungan Minta Balai TNGC Buat Moratorium

Penyadapan Getah Pinus Menuai Konflik, Pegiat Lingkungan Minta Balai TNGC Buat Moratorium
LAWAN!: Ketua Kelompok Pengelola ODTWA Jalur Pendakian Palutungan Endun Abdullah didampingi sejumlah aktivis lingkungan Kuningan menunjukkan surat somasi dari PT Rinaya. foto: m taufik/radar kuningan
0 Komentar

“Beberapa orang kita pernah didekati oleh orang – orang Rinaya, termasuk saya. Mereka pernah bertemu dengan kita, dan itu mereka bilang sebagai upaya sosialisasi di lapangan. Mereka menyatakan telah berbicara dengan Mejik, Amallo tapi saat ada pihak yang menanyakan apa jawaban kami, ternyata mereka mengalihkan pembicaraan. Padahal kami sudah jelas dari awal menolak aktivitas penyadapan pinus di Ciremai,” tegas Amallo.

Selain itu, Amallo mengatakan, adanya keterangan dari beberapa anggota kelompok tani hutan (KTH) yang mengaku proposal yang mereka ajukan adalah buatan oleh pihak PT Rinaya. Dan anggota kelompok hanya tinggal tanda tangan saja.

“Bahkan ada proposal yang saking asyiknya, ada sebagian template yang tidak sempat terhapus, sehingga muncul kalimat yang tidak ada kaitannya dengan kawasan TNGC. Yang jika ditelusuri, proposal tersebut sumbernya dari PT Rinaya,” papar Amallo.

Baca Juga:Syarat syarat Wajib Puasa dan 8 Orang Yang Tidak Wajib PuasaKapan Puasa Mulai Diwajibkan Bagi Umat Islam dan Surat Apa Yang Menerangkan Puasa Ramadhan?

Amallo pun menyatakan kesiapannya berhadapan dengan PT Rinaya atas surat somasi yang ditujukan kepada Endun tersebut. Pihaknya siap mendampingi Endun dan menghadirkan saksi yang akan menguatkan Endun dalam permasalahan ini.

Yang kedua, lanjut Amallo, pertemuan ini tercetus atas dasar terusiknya rasa kemanusiaan para pegiat lingkungan melihat masyarakat pelaku penyadap getah karet di kawasan Gunung Ciremai hanya buruh yang disuruh oleh perusahaan. Ini berdasarkan temuan bahwa para petani tersebut diberi fasilitas sepatu boot, alat sadap, batok penampung getah dan hingga sejumlah uang. Bahkan setiap getah pinus yang didapat harus dijual kepada perusahaan hanya seharga Rp 4.500 per kilogram.

“Artinya masyarakat jadi buruh sadap. Buruh dari siapa? Apakah dari kelompok paguyuban? Memangnya paguyuban punya modal? Berarti ada beking. Bisa dibayangkan, nanti yang akan membuat PKS (perjanjian kerja sama) dengan TNGC adalah masyarakat. Tapi malah masyarakat yang menjadi buruh. Mestinya mereka dalam wadah yang kuat, kemudian bisa melakukan penyadapan dan hasil sadapannya adalah produk yang bisa dijual kepada siapa pun sesuai kesepakatan harga. Bukan malah ke satu perusahaan saja,” ketusnya.

0 Komentar