Relaksasi Pajak untuk Usaha Hotel dan Restoran Selama Wabah Corona

pelatihan-batik-kriyan-(1)
TINJAU: Wakil Walikota Cirebon Eti Herawati dan Kepala Disnaker Agus Sukmanjaya berkunjung ke Batik Story Kriyan, Selasa (3/3). FOTO: OKRI RIYANA/RADAR CIREBON
0 Komentar

CIREBON – Pemerintah Kota Cirebon belum memutuskan keringanan pajak daerah yang akan diberikan kepada pengusaha hotel, menyusul dampak dari pandemi corona virus disease (Covid-19). Namun, ada dua skema yang disiapkan yakni, kewajiban yang dibayar dengan cara diangsur atau penundaan.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD), Drs H Agus Mulyadi MSi sebelumnya telah menyampaikan bahwa secara regulasi memungkinkan adanya relaksasi pajak. Pengajuannya ada dua skema yakni dengan cara angsuran, yaitu wajib pajak membayar pajak dengan cara mengangsur dan itu disesuaikan kesepakatan dalam bulan berjalan.
Skema kedua adalah dalam bentuk penundaan. Penundaan ini wajib pajak mengajukan pembayaran pajak dengan cara ditunda, namun demikian tetap dibatasi maksimal selama 4 bulan. “Kita memahami apa yang menjadi keluhan dari wajib pajak dengan kondisi sekarang,” ujarnya.
Dari dua opsi yang tersedia, pemkot cenderung pada pembayaran dengan cara mengangsur. “Kalau boleh memilih, WP membayarnya dengan angsuran,” harapnya.
Walikota Cirebon, Drs H Nashrudin Azis SH juga sudah membuka opsi untuk memberikan relaksasi pajak kepada pengusaha hotel dan restoran. Dia memahami situasi saat ini, di mana bisnis akomodasi pariwisata mengalami pukulan telak. “Opsi-opsi tawaran yang diajukan oleh para pelaku usaha akan dipertimbangkan,” tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Fitria Pamungkaswati mengaku prihatin dengan kondisi saat ini. Wabah virus corona merupakan pukulan telak untuk perekonomian nasional, tanpa terkecuali usaha perhotelan seiring terus menurunnya okupansi di setiap hotel. “Ini wabah corona imbasnya kemana mana,” kata Fitria.
Oleh karenanya, dewan mendorong pemkot melakukan penanganan khusus. Termasuk mengambil opsi kelonggaran terhadap pembayaran pajak hotel dan restoran. “Mau tidak mau ini harus dilakukan,” ujar Fitria.
Fitria meyakini, para pengusaha bukannya tidak mau menunaikan kewajibannya. Tetapi situasi belakngan membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan. Keringanan pajak diharapkan setidaknya membantu mereka tetap bertahan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Imam Reza Hakiki menyebutkan, okupansi hotel saat ini di bawah 10 persen. Kondisi ini tidak ideal untuk terus beroperasi.

0 Komentar