Presiden Joko Widodo hadir di acara pengukuhan Sabtu lalu. Saat menuju panggung Presiden Jokowi menghadap ke senat guru besar dulu. Lalu membungkuk khusu’ memberi hormat. Demikian pula setelah turun dari podium. Kembali menghadap senat dan kembali membungkuk hormat.
“Bapak Presiden Jokowi itu orang sholeh,” ujar Kiai Asep saat memulai pidato. Waktu itu presiden belum tiba di tempat penganugerahan. “Tempat yang disinggahi orang sholeh akan mendapat berkah,” tambahnya.
Kiai Asep memang memegang peran utama atas kemenangan telak Jokowi di Jatim. Padahal kalau suara di Jatim imbang saja, Prabowo lah yang menjadi presiden sekarang ini. Gatot sendiri berpisah total dari Asep. Setamat SMA Gatot melamar kerja di kementerian keuangan. Ia ditempatkan di kantor bendahara negara di Samarinda.
Baca Juga:Dua Hari, Saluran Air Cilaja Rampung DibangunVirus Corona Tewaskan Petinggi Iran
Sebelas tahun Gatot di Kaltim. Sambil kuliah ekonomi di Universitas Mulawarman. Di Samarinda pula ia menemukan istrinya sekarang –anak orang Malang yang juga merantau ke Samarinda. Gatot lantas mendapat beasiswa ke Amerika. Ia kuliah di University of Delaware di Newark. Lalu mendapat beasiswa lagi untuk gelar doktor di Universitas Negeri Malang.
Setelah pensiun kini Gatot ikut mengajar di Institute Abdul Chalim milik Asep. Pertengkaran saat SMA pun berakhir. Itu karena Gatot akhirnya tahu: di Jawa Barat bunyi kokok jago adalah ‘kongkorongkooong’. Gatot sama sekali tidak tahu kalau Asep itu anak kelahiran Majalengka –anak kiai besar di sana. “Selama di SMA beliau menggunakan bahasa Jawa yang halus,” ujar Gatot.
Saya ikut memberikan pidato testimoni di forum penganugerahan itu. Saya ingat saat ingin salat Subuh di Pacet. Saya berangkat dari Surabaya jam 3 pagi. Tapi saat tiba di Amanatul Ummah sudah agak telat: mendapat tempat salat di emperan masjid. Habis salat Subuh tidak ada yang keluar masjid. Diteruskan dengan kajian kitab kuning. Semua santri membuka kitabnya. Saya ikut kitab santri di sebelah saya.
“Siapa yang mengajar itu,” tanya saya kepada santri di sebelah saya. “Beliaunya Kiai Asep,” jawab si santri. Oh… Inilah kunci sukses Kiai Asep, kata saya dalam hati. Beliau total sekali dalam mengurus lembaga pendidikannya. Termasuk masih mengajar sendiri untuk kajian tertentu. Ternyata, tiap hari, Kiai Asep berangkat dari pondoknya di Siwalankerto Surabaya ke Pacet. Tiap jam 2.30 pagi. Tiap hari. (dahlan iskan)