Di tempat yang sama, Kepala DKPP Kuningan Dr Ukas Suharfaputra MP, menyebut pertemuannya dengan jajaran Komisi II DPRD tersebut untuk berdiskusi dan klarifikasi berbagai masalah yang ditemukan Komisi II di masyarakat, terutama berkaitan dengan pupuk bersubsidi.
Titik tekannya yang disampaikan Komisi II kepada stakeholder, dalam hal ini DKPP, termasuk distributor dan juga pengecer, kata Ukas, yakni kenapa terjadi adanya keluhan-keluhan di masyarakat dengan susahnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Ia memastikan dalam diskusi tersebut sudah ada solusi-solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Keluhan kelangkaan pupuk itu sebagai dampak dari alokasi pupuk bersubsidi di tahun 2020 ini memang berkurang dibandingkan dengan yang tahun kemarin. Secara nasional pengurangannya itu hampir satu juta ton. Secara kabupaten, kita mengusulkan total 53 ribu ton, yang urea, ZA, segala macam. Ternyata yang diberi oleh pusat itu hanya 35 ribu ton, berarti kurangnya lumayan, sekitar 10 ribu,” jelas Ukas.
“Artinya, itu juga mempengaruhi. Jadi, alokasi totalnya berkurang. Ini mohon dicacat ya, untuk pupuk bersubsidi. Kalau nonsubsidi sih banyak, gak ada masalah. Justru masyarakat harus disubsidi, karena dengan subsidi ini ada keringanan harga,” tambahnya.
Selain itu, persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi ini diperberat dengan persoalan redistribusi antar kecamatan. Karena ada kecamatan yang memang kelebihan, tapi ada kecamatan lainnya yang kekurangan.
“Nah, kita untuk yang sifatnya retribusi internal ini bisa kita atur. Karena bisa menggunakan SK kepala dinas. Kita sudah keluarkan 8 SK realokasi. Jadi, maksudnya untuk nyimbeuh-nyimbeuh daerah minus memindahkan. Tapi memang kita tidak bisa melebihi ERDKK yang sudah tercatat. Kalau sudah melampuai ERDKK gak bisa,” jelas Ukas.
Solusi berikutnya, kata Ukas, pihaknya akan mengarahkan para petani untuk beralih ke pupuk subsidi analog (sejenis) dan pupuk nonsubsidi. Ia mencontohkan, stok pupuk urea sudah habis, petani masih bisa menggunakan pupuk MPK. Karena ternyata menurut Ukas, persoalan yang terjadi, petani belum tahu, sehingga harus diarahkan.
Solusi yang ketiga, kata Ukas, memudahkan administrasi. Petani dimudahkan sedemikian rupa, sehingga mereka tidak perlu bolak balik ke sana ke mari, namun cukup datang ke kios dengan menunjukkan kartu tani. Kalau pun tidak punya kartu tani, maka disarankan untuk mengeceknya di ERDKK, sehingga saat masuk akan dilayani sesuai dengan kuota yang menjadi haknya.