ADA fatwa dari PCNU Kabupaten Cirebon bahwa nikah sirri haram. Seperti apa poin-poin dari fatwa NU Kabupaten Cirebon bahwa nikah sirri haram, ikuti penjelasannya di artikel ini.
Perlu diketahui, fatwa nikah sirri haram dikeluarkan PCNU Kabupaten Cirebon lewat forum Lembaga Bahstul Masail (LBM) PCNU kabupaten Cirebon pada Kamis 2 Maret 2023.
Fatwa nikah sirri haram itu diambil atau diputuskan dengan melibatkan 100 lebih kiai yang merupakan perwakilan dari 19 Pengurus Cabang NU se Jawa Barat, perwakilan dari 31 kecamatan se kabupaten Cirebon dan beberapa kiai dari unsur pesantren yang ada di lingkungan kabupaten Cirebon.
Baca Juga:Puasa Nisfu Syaban 2023 Kapan? Yuks Simak Jadwal, Tata Cara dan Bacaan NiatnyaSAMBUT RAMADHAN 2023! Ini Asal Usul Penamaan Ramadhan dan Maknanya
Hal itu seperti disampaikan Ketua Lembaga Bahstul Masail (LBM) PCNU Kabupaten Cirebon KH Imam Nawawi di sela-sela forum silaturahim dengan jurnalis Cirebon, Sabtu (4/3/2023).
Poin-poin Fatwa LBM PCNU Kabupaten Cirebon Bahwa Nikah Sirri Haram:
Dalam rilis yang diterima Radar Cirebon, dijelaskan bahwa nikah atau pernikahan sirri atau disebut juga nikah di bawah tangan tanpa diafirmasi negara melalui kantor urusan agama (KUA) adalah tindakan yang tidak dibenarkan syariat.
Sekalipun pernikahan itu telah memenuhi semua persyaratan nikah yang diatur dalam negara. Misalyna sudah adanya wali, kedua mempelai, ijab-qobul, dua orang saksi dan mas kawin, kecuali dalam beberapa kasus.
Terkait keputusan nikah sirri tidak dibenarkan secara syariat, menurut Kai Imam Nawawi, dilatarbelakangi oleh dinamika sosial dan aturan negara sejauh ini, yang menunjukkan realitas nikah sirri justru berpotensi melahirkan dampak negatif yang serius.
Mulai dari keterunan yang tidak diakui negara sehingga menyulitkan hukum waris, hingga tak adanya pembelaan negara dalam menangani sengketa rumah tangga akibat nikah sirri.
Bahkan dalam kasus-kasus umum, jika terjadi pertentangan dampak nikah sirri dengan putusan KUA atau pengadilan agama, sepanjang secara prinsip tidak bertentangan dengan ijma’ ulama (konsensus ulama) dan qiyas jaliy (analogi hukum yang jelas dari sumber hukum islam), putusan KUA dan atau pengadilan agama, didahulukan.