“Iring-iringan dipimpin oleh Pangeran Patih Muhammad Qodiran, yang mengenakan jubah khusus. Jubah ini merupakan simbol keprabon yang hanya bisa dipakai oleh Sultan dan Patih saja,” jelas Farihin.
Ribuan Orang Mengikuti Prosesi
Selama iring-iringan berlangsung, ribuan orang memadati Keraton Kanoman, dengan penuh kekhidmatan membaca selawat.
Masyarakat yang hadir tidak hanya datang untuk menyaksikan, tetapi juga ikut serta dalam ritual ini sebagai bentuk syiar dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga:Siapa yang Berhasil? Pengumuman Seleksi Administrasi CPNS Kemenag 2024 Segera HadirRoda Berputar Aksi Berlanjut Momen Perubahan di Hari Perhubungan Nasional
Tradisi Panjang Jimat yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1470 oleh Pangeran Cakrabuana, tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Cirebon hingga saat ini.
Sesampainya di Masjid Agung, pembacaan Maulid Nabi atau Srakalan dimulai, yang diakhiri dengan pembagian nasi jimat kepada para peserta dan masyarakat.
Nasi Jimat ini menjadi simbol penting dalam tradisi Panjang Jimat, sebagai bentuk syukur dan keberkahan.
Simbolisme Panjang Jimat
Nama Panjang Jimat sendiri memiliki makna unik. Menurut Farihin, “Panjang” merujuk pada piring yang digunakan dalam prosesi ini, yang dikenal dengan sebutan piring panjang, sementara “Jimat” merujuk pada nasi yang dimasak dengan lantunan selawat sejak masih berupa gabah.
“Jadi, yang dimaksud jimat bukanlah bendanya, tetapi nasi yang dibuat dengan cara khusus dan penuh doa,” tambah Farihin.
Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kanoman Cirebon tidak hanya menjadi warisan budaya yang dilestarikan secara turun-temurun, tetapi juga menjadi medium syiar Islam yang terus berkembang sejak masa Kesultanan Cirebon.
Tradisi ini menggabungkan unsur spiritual, sejarah, dan kebudayaan, menjadikannya sebagai salah satu upacara paling sakral dan meriah di Cirebon.