Menengok Sejarah Halal Bihalal, Tradisi Lebaran Muslim di Indonesia

Ilustrasi Halal Bihalal
Ilustrasi Halal Bihalal - Radarcirebon.id
0 Komentar

CIREBON, RADARCIREBON.ID – Apa saja momen paling mengesankan di hari lebaran? misalnya mulai dari tradisi mudik, tradisi makan ketupat dan lain-lain. Tradisi lain yang juga seringkali memiliki tempat yang mengesankan di hati setiap orang yakni Halal bihalal.

Halal bihalal sendiri merupakan salah satu tradisi kala Idul Fitri atau lebaran khas Muslim Indonesia. Momen setahun sekali ini seringkali kerap dijadikan sebagai ajang temu kangen dan reuni bersama keluarga besar, sanak saudara, teman seperjuangan atau kawan lama.

Halal bihalal sendiri biasanya diselenggarakan dari berbagai lingkup dan tingkatan seperti keluarga besar, rekan kerja, teman sekolah dan lingkup lainnya. Adapun acara atau tradisi halal bihalal ini dikemas secara beragam mengikuti tradisi atau kebiasaan lingkungan setempat.

Baca Juga:Inilah Deretan Tempat Wisata di Majalengka Yang Cocok Untuk Habiskan Libur Lebaran 2023Deretan Hp Nokia 5G Murah, Ada Hp Yang Bikin Mabar Game Kamu Tambah Gacor

Tradisi yang setiap tahunnya kita isi dengan halal bihalal itu ternyata pada mulanya sarat bernuansa politis. Tahukah Anda jika tradisi halal bihalal itu punya kepentingan politik? Mari sedikit melihat ke belakang perjalanan tradisi khas lebaran satu ini!

Sejarah Halal Bihalal

Indonesia sebagai negara yang baru merdeka itu mengalami berbagai perubahan baik kondisi dan situasi politik yang tidak stabil. Tepatnya pada tahun 1948, dua tahun setelah Indonesia merdeka itu situasi politik dalam negeri saat itu begitu memanas karena perbedaan aliran politik dan juga terjadi beberapa pemberontakan.

Pada saat yang sama, Belanda masih memiliki hasrat untuk terus bercokol dan tetap menjajah negara Indonesia yang masih muda. Hal inilah yang membuat Presiden Soekarno kala itu merasakan khawatir akan terjadinya disintegrasi bangsa karena situasi politik yang sedemikian dapat membahayakan keutuhan sebuah bangsa yang baru merdeka.

Untuk mengatasi persoalan yang demikian dapat membahayakan integrasi bangsa Indonesia itu Soekarno dipaksa untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikannya.

Atas dasar itu kemudian Bung Karno begitu sapaan akrab Soekarno, mengundang tokoh ulama yakni KH. Wahab Chasbullah ke istana negara untuk dimintai pendapat dan sarannya dalam mencari jalan keluar atas situasi politik tersebut.

0 Komentar